Bogor- Hari Santri Nasional pertama kali dicetuskan oleh
Presiden Joko Widodo di pesantren Babussalam, Malang, saat kunjungan
kampanyenya pada pilpres tahun lalu. Jokowi mendapat permintaan dari
sang Kiai untuk membentuk Hari Santri pada tanggal 1 Muharram.
Ungkapkan tersebut, dipaparkan oleh Asisten Deputi Bidang Dukungan Dalam Negeri Sekretariat Negara, pada FGD yang diselenggarakan oleh Direktorat PD PONTREN KEMENAG RI.
“Pada prinsipnya Bapak Jokowi setuju dengan adanya Hari Santri. Beliau berharap, pesantren juga mempunyai peran penting dalam mewujudkan revolusi mental, serta dapat memperkuat identitas kebangsaan. Tetapi ada beberapa polemik terkait penentuan tanggal dan bulannya”. Jelas Mohammad Hamidi, di Hotel Salak Bogor, Kamis (23/4/2015)
Hamidi meneruskan, tanggal 1 Muharram mempunyai banyak sisi historis, diantaranya hijrah rasul dari Makkah ke Madinah. Akan tetapi tanggal 1 Muharram adalah tanggal yang istimewa bagi umat muslim di seluruh dunia, tidak identik dengan santri Indonesia saja. Selain itu, syiar tahun baru Islam sebaiknya tidak berkompetisi dengan syiar Hari Santri.
“Selain tanggal 1 Muharram, ada juga para Kiai yang mengusulkan tanggal 22 Oktober dan tanggal 9 November, tentu semuanya memiliki kajian historis dalam mengusulkan tangal-tanggal tersebut”. Ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Abdul Mu’thi menegaskan, dalam menentukan Hari Santri, terlebih dahulu harus clear soal definisi santri itu, apakah hanya orang yang alumni pesantren? Atau menurut kualifikasi keagamaan?
“Nah santri yang akan didefinisikan adalah santri yang seperti apa? dan bagaimana? Konteks ini harus diselesaikan dulu. Jangan sampai dalam hal definisi saja belum selesai.” Ujar Sekretaris Muhammadiyah itu.
Menurutnya, kalau mau menggagas Hari Santri harus terlebih dulu kita menentukan konteks nya dalam hal apa? Jangan sampai ketika diluncurkan akan menjadi polemik dan bahkan diolok-olok oleh kalangan yang keberatan.
“Yang terpenting Hari Santri bisa menyatukan umat Islam. Bukan justru menjadikan konflik di ruang publik dan melemahkan ukhuwah Islamiyah”. Pungkasnya.
Mekanisme
Secara mekanisme, pengajuan penetapan Hari Santri bermula dari asprasi masyarakat, kemudian disampaikan melalui kemeneterian terkait dalam hal ini Kementerian Agama sebagai pengusul, kemudian membentuk rakor serta pendalaman secara substansi, setelahnya baru disampaikan kepada Presiden. Pasca disetujui oleh Presiden, kementerian terkiat mengumumkannya ke publik.
Menurut Hamidi, karena Hari Santri ini merupakan multiple issues, maka sebelum diajukan kepada Presiden, Kementerian pengusul juga berkoordinasi dengan Menko PMK, kemendikbud, Kemen PAN, dan lainnya, walaupun Kemenag sebagai leading sector Hari Santri.
Sumber: http://ditpdpontren.kemenag.go.id
Ungkapkan tersebut, dipaparkan oleh Asisten Deputi Bidang Dukungan Dalam Negeri Sekretariat Negara, pada FGD yang diselenggarakan oleh Direktorat PD PONTREN KEMENAG RI.
“Pada prinsipnya Bapak Jokowi setuju dengan adanya Hari Santri. Beliau berharap, pesantren juga mempunyai peran penting dalam mewujudkan revolusi mental, serta dapat memperkuat identitas kebangsaan. Tetapi ada beberapa polemik terkait penentuan tanggal dan bulannya”. Jelas Mohammad Hamidi, di Hotel Salak Bogor, Kamis (23/4/2015)
Hamidi meneruskan, tanggal 1 Muharram mempunyai banyak sisi historis, diantaranya hijrah rasul dari Makkah ke Madinah. Akan tetapi tanggal 1 Muharram adalah tanggal yang istimewa bagi umat muslim di seluruh dunia, tidak identik dengan santri Indonesia saja. Selain itu, syiar tahun baru Islam sebaiknya tidak berkompetisi dengan syiar Hari Santri.
“Selain tanggal 1 Muharram, ada juga para Kiai yang mengusulkan tanggal 22 Oktober dan tanggal 9 November, tentu semuanya memiliki kajian historis dalam mengusulkan tangal-tanggal tersebut”. Ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Abdul Mu’thi menegaskan, dalam menentukan Hari Santri, terlebih dahulu harus clear soal definisi santri itu, apakah hanya orang yang alumni pesantren? Atau menurut kualifikasi keagamaan?
“Nah santri yang akan didefinisikan adalah santri yang seperti apa? dan bagaimana? Konteks ini harus diselesaikan dulu. Jangan sampai dalam hal definisi saja belum selesai.” Ujar Sekretaris Muhammadiyah itu.
Menurutnya, kalau mau menggagas Hari Santri harus terlebih dulu kita menentukan konteks nya dalam hal apa? Jangan sampai ketika diluncurkan akan menjadi polemik dan bahkan diolok-olok oleh kalangan yang keberatan.
“Yang terpenting Hari Santri bisa menyatukan umat Islam. Bukan justru menjadikan konflik di ruang publik dan melemahkan ukhuwah Islamiyah”. Pungkasnya.
Mekanisme
Secara mekanisme, pengajuan penetapan Hari Santri bermula dari asprasi masyarakat, kemudian disampaikan melalui kemeneterian terkait dalam hal ini Kementerian Agama sebagai pengusul, kemudian membentuk rakor serta pendalaman secara substansi, setelahnya baru disampaikan kepada Presiden. Pasca disetujui oleh Presiden, kementerian terkiat mengumumkannya ke publik.
Menurut Hamidi, karena Hari Santri ini merupakan multiple issues, maka sebelum diajukan kepada Presiden, Kementerian pengusul juga berkoordinasi dengan Menko PMK, kemendikbud, Kemen PAN, dan lainnya, walaupun Kemenag sebagai leading sector Hari Santri.
Sumber: http://ditpdpontren.kemenag.go.id