Oleh: Ibrahim Nur. A
Dalam
Al-Khawatir, Syekh Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi mengatakan bahwa pikiran adalah
alat ukur yang digunakan manusia untuk memilih sesuatu yang dinilai lebih baik
dan lebih menjamin masa depan diri dan keluarganya.
Dengan berpikir kata James Alan, seseorang bisa menentukan pilihanya, dalam psikologi sosial, ilmuan
mendefenisikan “berpikir” sebagai bagian terpenting yang membedakan manusia
dari binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda mati.
Dengan
berpikir, manusia bisa membedakan yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, antara
halal dan haram. Antara positif dan negatif. Dengan begitu, ia bisa memilih
yang cocok bagi dirinya dan bertanggung jawab atas pilihanya.
Nah,
kekuatan berpikir yang dimiliki oleh kaum sarungan sangatlah dipertimbangkan , karena
kebanyakan masyarakat mengatakan bahwa pola pikir seorang santri sangat
terbatas disebabkan karena tidak bebasnya dalam menggunakan Alat teknologi ketika
berada dipondok, padahal faktanya tidak seperti itu.
Seorang
santri yang masyarakat ketahui hanya ngaji ngaji dan ngaji, Saya katakan itu tidak benar. Mengapa demikian? Karena santri
itu adalah penyelamat bangsa dan negara ini, melalui pola pikirnya yang setiap hari mengkaji ilmu-ilmu agama yang
diimbangi oleh ilmu umum.
Pola pikir seorang santri bermacam-macam, antara baik dan buruk
dapat difilter melalui ilmunya. terkadang santri menggunakan pola pikirnya
sesuai nafsunya dan itu mengantarkan kepada keburukan, namun santri yang lain
juga terkadang menggunakan pola pokirnya melalui hati, dan itu yang
mengantarnya kepada kebaikan, disini santri selalu berpikir, berpikir dan
berpikir dan dapat menfilter keduanya, lewat pola pikir diatas yang disebutkan
santri juga terkadang berpikir bagaimana cara memadukan pola pikir itu, agar
dapat mengantar kepada kebaikan.
Dalam
Quwwat al-Tahakkum
fi al-Dzat, kalimat
bijak dari filsafat India kuno, ”Hari ini anda tergantung pada pikiran yang
datang saat ini. Besok Anda ditentukan oleh kemana pikiran membawa Anda.” Begitulah
kenyataanya, perasaan dan perbuatan pasti dimulai dari pikiran. pikiranlah yang
menjadi pendorong setiap perbuatan dan nampaknya. Pikiranlah yang
menentukan kondisi jiwa, tubuh, kepribadian, dan asa percaya diri.
Dr. Ibrahim
El Fiki seorang
motivator muslim dunia, Ia pernah
membaca buku dalam Aladdin faktor
karya Jack Canfield dan Mark Viktor. Ia menemukan informasi yang menghentak kesadaran, dalam buku itu
disebutkan bahwa setiap hari manusia menghadapi lebih dari 60. 000 pikiran. satu-satunya
yang dibutuhkan sejumlah besar pikiran ini adalah pengarahan. jika arah yang ditentukan
bersifat negatif, maka sekitar
60. 000 pikiran akan keluar dari memori ke arah negatif. Sebaliknya, jika pengarahanya positif maka sejumlah pikiran yang
sama juga akan keluar dari ruang memori ke arah positif.
Pada
tahun 1986, penelitiannya pada fakultas
kedokteran di San Francisco mengatakan bahwa lebih dari 80% pikiran manusia
bersifat negatif. Hasil penelitian
ini memperkuat
pernyataan bahwa nafsu lebih cenderung menyeruh kepada keburukan ammarah bi al-su’) dengan
hitung-hitungan sederhana, 80% dari 60. 000 pikiran berarti setiap hari kita
memiliki 48. 000 pikiran negatif. Semua itu turut
mempengaruhi perasaan, perilaku, serta penyakit yang mendera jiwa dan raga. Jika demikian, kita
harus ekstra hati-hati dalam memilih pikiran dalam benak kita.
Ketika
anda merasa lapar dan di hadapan anda, ada 3 menu; makanan rumahan,
makanan hotel berbintang lima, dan makanan dari keranjang sampah. Mana yang anda
pilih? Ketika
pertanyaan ini
dilontakan kepada seseorang, tidak satupun yang memilih makanan dari keranjang sampah,
yang ada memilih makanan rumahan dan makan hotel berbintang lima, Mengapa
demikian? Karena, setiap orang sangat memerhatikan kelangsungan hidupnya. Tak seorang pun,
memilih sesuatu yang berdampak negatif bagi kelangsungan hidupnya.
Jika
manusia benar-benar tidak ingin meletakkan sesuatu yang berbahaya
dalam tubuhnya, Mengapa ia
mengisi pikirannya dengan
hal-hal yang berpengaruh
negatif pada setiap
aspek hidupnya, termasuk kesehatan jiwa raganya? Mengapa ia
memberi gizi pikirannya dengan
keranjang sampah? Hal ini bergantung
pada proses sebelumnya: orangtua, keluarga, lingkungan, sekolah, dan media informasi.
Jadi,
kita hampir tidak punya pilihan gizi untuk pikiran dan proses perkembanganya. Kini saatnya kita
memilih berbagai pikiran seperti halnya kita memilih makanan yang kita santap
dan pakaian yang kita kenakan. Untuk mewujudkan semua itu, kita harus tetap tawakkal kepada Allah SWT.
Kita mulai dari
memahami arti pikiran dan kekuatanya. Pikiran adalah kekuatan. Dalam Al-qur’an
surah Al-zumar ayat 9.
Mari
kita mulai menjelajahi kekuatan pikira, “kemuliaan manusia terletak pada
pikiranya.”
Penulis adalah santri asal Makassar, mahasiswa PBSB 2015 Jurusan Tasawuf Psikoterapi