Oleh: Asrizal A.Upe[1]
Pelomik yang berkembang
di zaman sekarang adalah banyaknya peristiwa dan konflik yang terjadi yang
terlepas dari semangat keberagaman seseorang dan semangat berbangsa dan
bernegara seseorang. konflik ini
berlatar belakang keinginan kaum ekstrimis mengejawantahkan dan
mengeksklusifkan golongannya sebagai yang benar, bahkan isu ini berkembang
sampai kepada keinginan atau anggapan bahwa Negara dan Agama adalah dua
struktrual yang tidak mungkin berdampingan atau hal itu harus di pisahkan.
Tak ayal dengan
berjalannya isu ini membawa banyak pendukungnya yang seperti contohnya saja
kaum Sekularis dan Kaum Fanatis. Kenapa penulis mengambil contoh kedua golongan
ini, ketika kita tilik lebih mendalam kepada kedua golongan ini, bahwa dapat berpotensi untuk membuat pemisahan dan
pembagian masing-masing yang katanya ketika di bagi akan indah dan akan lebih
terporsikan jadi memiliki tugas masing-masing.
Sekularis begitu kata
orang memandang suatu golongan ini, dalam buku (Pergolakan Pemikiran: Ahmad
Wahib) menjelaskan tentang sekularisasi dan sekular, katanya itu adalah bak dua
sisi mata uang yang tidak akan terpisahkan. Bahkan lanjutnya, Sekularisasi adalah usaha seseorang untuk memberikan porsi
masing-masing terhadap agama dan Negara yang artinya ketika di pisahkan akan
berdampak kepada rasa in come yang kuat dan besar demi pembangunan bangsa
dan Negara, sedangkan secular adalah keinginan pembaharuan dan pemurnian terhadap
suatu peristiwa dan tidak meyandarakan kepada sesuatu apapun itu dengan basis
atau dasar agama ataupun syariat hukum yang berlaku.
Sedangkan bagi golongan
fanatik, penulis memilki tafsiran tersendiri terhadap golongan ini, dan kenapa
penulis menambahkannya kepada golongan yang dapat atau berpotensi kepada isu Pemisahan
Agama dan Negara karena dapat kita analogikan “anak yang sangat mencintai atau
menyukai bermain bola pasti tidak ingin permainan bola itu di ganti atau di campuri
dengan permainan bola tenis, takrow atau yang lain, sehingga si anak ini sangat
risih dan berusaha memisahkan apabila nantinya ada permainan lain yang hendak
merubah atau mencampuri permainan yang di sukai dalam hal ini permainan bola”.
Seperti itulah analogi singkat pandangan kaum fanatic terhadap agamanya maupun
negaranya apabila kaum yang berpandangan fanatisme ini di cekoki atau di
hidangkan dengan sebuah hal baru yang bertolak belakang dengan yang di
sukainya.
Kalau melihat pandangan
penulis bahwa analisis spekulatif terhadap
isu pemisahan agama dan budaya perlu di tinjau ulang oleh para golongan
diatas di karenakan agama telah mengatur sedemikian rupa tentang pentingnya
bernegara dan kearifan local yang membuat suatu bangsa atau Negara bisa maju,
sehingga tidak ada dalih bahwa isu pemisahan agama dan budaya ini harus di
benarkan, sebagai umat muslim harus kita
percayai dan yakini bahwa firman-firman Allah SWT dalam kitab suci
Al-Quran banyak menaruh perhatian kepada Pemerintahan bahkan mengaturnya
sedimikian rupa seperti yang di firmankan Allah pada QS An-Nisa ayat 59, yang kurang lebih artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah rasul-Nya,
dan Ulil al-Amri dintara kamu. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasulnya
(al-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang
demikian itu lebih utama (bagimu) lebih baik akibatnya.”
Di ayat tersebut mengatakan “taatilah dan serahkan
permasalahan kepada Rasul-Nya dan Ulil Amri”, perlu kita garis bahawi kata Ulil Amri karena ada yang menafsirkannya
dengan pemerintah, pemimpin atau penguasa tetapi ada juga yang menfsirkannya
dengan Ulama Syara, yaitu golongan Alim-ulama di bidang syariat dan biasanya di
jadikan pegangan ketika melandaskan susuatu hukum atau peristiwa dan
permasalahan.
Seperti contoh firman Allah tersebut dapat kita tahu
bahwa agama bukan hanya mengurusi masalah moral-etika saja tetapi lebih dari
itu Islam telah banyak menceritakan dan menuntun kita sebagai penganutnya dalam
bernegara dan berbangsa. Lebih dalam lagi ada beberapa fakta juga yang
mengatakan bahwa banyak organisasi atau perkumpulan golongan orang-orang yang
malah mau menciptakan atau mendirikan Negara dengan berasaskan penuntun dari
suatu agama, contoh kecilnya kita lihat daam sejarah, bahwa NII/DII yang di
pimpin oleh Imam Kartosuwiryo menginginkan mendirikan suatu khilafah atau
Negara yang berasaskan Islam.
Maka dari itu, tidak
ada alasan yang kuat untuk memisahkan agama dan Negara, karena dalam berbagai
agama di dunia mengajarkan tentang cara bersosial lebih jauhnya lagi di ajarkan
tentang berbangsa dan bernegara. Hanya bagi orang yang fanatic dan sekular yang
menginkan hal seperti itu. Sehingga kita berkewajiban untuk merubah paradigm
atau dasar pemikiran orang atau golongan-golongan seperti itu.
[1]
Penulis adalah salah seorang pengurus CSS MoRA dan menjadi admin dari banyak
wesbsite skala besar diantarnaya, website Jurusan, Fakultas, CSS MoRA, PMII
Zone