Langsung ke konten utama

Spritual Development


Oleh: Asrizal A.Upe[1] 

Perkembangan spiritual atau lebih dikenal dengan Spritual Development mengalami peningkatan pada decade awal dan akhir abad 20-an, hal ini terjadi disebabkan karena keingintahuan seseoarang terhadap sesautu yang inmateri, serta sesuatu yang terkait dengan Spritual di percaya dapat menenangkan dan mendamaikan jiwa seseorang, maka dari itu Spritual Development sekarang berkembang di kalangan masyarakat Urban/Perkotaan, masyarakat yang di sibukkan dengan berbagai macam keinginan dan kesibukan masing-masing membuatnya tidak peka terhadap hal-hal yang berhubungan dengan spritualitas bahkan cenderung apatis terhadap hal-hal tersebut, tetapi dengan fakta-fakta tersebut atau akibat dari semerbak dunia perkotaan membuat orang-orang mulai kehausan akan siraman-siraman kereligiusan, bahkan banyak di tengah-tengah perkotaan majelis-majelis yang di gunakan sebagai pusat-pusat keagamaan suatu kelompok atau pusat Spritual.

Pengetahuan Spritual (Webster ,1963) sendiri berasal dari kata “Sprit”berasal dari kata benda bahasa latin ‘spiritus’ yang berarti napas dan kata kerja “spirate” yang berarti untuk bernafas. Melihat asal katanya, untuk hidup atau bernafas maka dapat di artikan spiritual adalah jalan seseorang untuk hidup atau bernafas yang berarti sudah menjadi jalannya apabila orang membutuhkan spritualitas untuk hidup. Ketika menarik pengertian ini maka spiritual dapat di artikan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan makna hidup. Spritualitas merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Maka spiritual sangatlah urgent atau crucial

Lalu terkait dengan Spritualitas dengan Religiusitas, dua variable ini memiliki makna tersendiri meski orang sering menyamakannya yang sebenarnya memiliki padanan kata yang tidak sama atau arti kata yang tidak sama. Seperti yang tadi di uraikan apabila spiritualitas berkaitan erat dengan inti keberadaan dari kehidupan atau kesadaran tentang diri, kesadaran individu tentang asal, tujuan dan nasib sedangkan religiusitas lebih tepat disangkut pautkan dengan agama. Spiritual memiliki banyak arti bagi banyak orang juga, ia adalah sebuah istilah yang akan lebih tepat untuk mengatakan bahwa siapa saja yang memandang Tuhan atau Roh Suci sebagai norma yang penting menentukan suatu prinsip hidupnya. Itulah relegius.
Berbicara tentang religiusitas lebih di kenal dengan istilah Ruh seperti dalam firman-Nya yang artinya
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang Ruh. Katakanlah: Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu di beri sedikit pengetahuan melainkan sedikit. (QS Al-Isra [17]: 85)

Dalam uraian ayat ini tidak menggunakan kata nafs melainkan kata ruh. Meskipun ruh dan nafs merupakan entitas yang sama, tetapi membicarakan ruh lebih sulit dari pada membicarakan nafs. Nafs yang berada dalam tubuh manusia terbatas dalam di mensi yang bersifat duniawi, seperti panjang, isi, dan waktu. Batasan dimensional ini berbeda dengan ruh yang berada di luar tubuh manusia. Lebih sulit membicarakan sesuatu dengan dimensi yang tidak dikenal itulah ruh. Di bawah ini ada dua tahapan perkembangan dari dua pandangan.
1.        Tahap Perkembangan Spritualis Menurut Flower

 Tahapan atau perkembangan spiritual sendiri di tinjau dari banyak pandangan, berikut perkembangan spiritual manusia di tinjau dari teolog asal Amerika yaitu James W. Flower (1942) tentang tahapan-tahapan perkembangan spiritual manusia ada enam, diantarnaya:
a.       Tahap Proyektif Intuitif (Intuitive Projective) pada anak usia 3-6 bulan, pada tahap ini anak mulai belajar menghayati hidup atau the meaning of life serta anak mulai belajar menghayati makna kasih sayang serta memperdulikan dan mengampuni
b.      Tahap Kelonggaran Harfiah (Mithic Literal) pada usia 6-12 tahun, perkembangan spritualnya mulai di pengaruhi oleh orang-orang sekitarnya, dan diantara ciri-cirinya ada yang paling menonjol yaitu keyakinan kepada Tuhan sangat kokoh dan tak dapat di ganggu lagi.
c.       Tahap Sintesis Konvensional (Synthetic Conventional) pada usia 12-18 tahun, penghayatan spritualnya di sertai dengan kesadaran akan relasi personal dengan orang lain, hubungan dengan Tuhan semakin akrab dan dihayati secara pribadi.
d.      Tahap Reflektif Individuatif (Individuative Reflective) pada usia 18-22 tahun, keseimbangan dalam penghayatan spritualitas semakin matang berdasarkan refleksi pengalaman hidup dalam terang iman yang di yakininya, mulai mempertimbangkan sungguh-sungguh keinginan untuk hidup yang bermakna, serta mulai berani mempertanggungjawabkan iman yang diyakininya.
e.       Tahap Spritualitas yang Konjungtif pada usia 22-30 Tahun, kematangan spritualitasnya di bangun dari pengalaman perjumpaan dengan sesama, pada tahap ini juga pengalaman hidup maupun pertumbuhan spritualisnya semakin digali maknanya lebih mendalam.
f.       Tahap Spritualitas Universal (Universalizing Fith), tahap ini spritualitas seseorang telah mantap dan tak tergoyahkan oleh pluralitas keyakinan, serta dapat memahami dan menghargai pluralitas iman sebagai sesautu yang melengkapi dan meneguhkan keyakinannya.

2.      Tahap Perkembangan Spritual Sufistik 

Menurut Islam, manusia yang lahir dengan jiwa yang suci (nafsi zakiya). Namun, manusia juga lahir di dunia dengan memiliki eksistensi fisik yang terdiri dari daging dan tulang. Keberadaan fisik manusia menimbulkan keteterkaitan dengan dunia tempat mereka tinggal. Terdapat tujuh tingkatan spritualitas manusia, dari yang bersifat egositik sampai yang suci secara prititual manusia, dari yang dinilai bukan oleh manusia, namun langsung oleh Allah. Sebelum naik pada tingkat perjalanan yang lebih tinggi, satu hal yang harus diingat adalah mengenal karakteristik dari masing-masing tingkatan ini: sebagai berikut:
a.       Nafs Ammarah (The Commanding Self)
Pada tahap ini adalah orang yang nafsunya didominasi godaan yang mengajaknya kearah kejahatan. Pada tahap ini, seseorang tidak dapat mengontrol kepentingan dirinya dan tidak memiliki moralitas atau perasaan kasih.
b.      Nafs Lawwamah (The Regretful Self)
Pada tahap ini, terdapat tiga hal yang akan manjadi bahaya, yaitu kemunafikan, kesombongan, dan kemarahan, yaitu mereka yang berada pada tahap ini, ingin orang lain mengetahui bahwa dirinya sedang berusaha untuk berubah.
c.       Nafs Mulhimah (The Inspired Self)
Pada tahap ini orang mulai merasakan ketulusan dari ibadahnya. Ia benar-benar termotivasi pada cinta kasih, pengabdian dan nilai-nilai moral. Tahap ini awal dari praktek sufisme yang sesungguhnya perilaku yang umum pada tahap ini adalah kelembutan, kasih-sayang. Pada saat ini, manusia mulai mendapatkan pesan dari nuraninya sendiri.
d.      Nafs Muthma’innah (The Contended Self)
Pada tahap ini orang merasakan kedamaian. Pergolakakan pada tahap awal. Kebutuhan dan ikatan-ikatan lama tak lagi penting. Tingkatan ini membuat seseorang menjadi berpikiran terbuka, bersyukur, dapat di percaya dan penuh kasih sayang. Tahap ini juga merupakan tahap yang dilalui setelah perjalanan penjang dan sulit setelah ia berperang dengan segala kejahatan dan nafsu dalam dirinya.
e.       Nafs Riyadliyah (The Pleased Self)
Pada tahap ini seseorang tidak hanya tenang dengan dirinya namun juga tetap bahagia dalam keadaan sulit, musibah cobaan dalam kehidupan. Dari tahap sebelumnya sampai tahap ini, seseorang mempelajari kata-kata atau contoh orang lain tentang dirinya melalui Ilm al-yaqin mendapatkan pengetahuan melalui pengalaman pribadi atau pewahyuan.
f.       Nafs Madhiyah (The Self Pleasing to God)
Mereka yang telah mencapai tahap ini telah menyadari bahwa segala kekuatan berasal dari Allah, dan tidak dapat terjadi begitu saja. Tahap ini memanifestasikan melalui ikatan antara Sang Pencipta dengan yang diciptakan-Nya, melalui perasaan cinta yang mendasarinya
g.      Nafs Safiyah (The Pure Self)
Mereka yang telah mencapai tahap akhir telah mengalami trandensi diri yang seutuhnya. Tidak ada nafs  yang tersisa, pada pencapaian dengan Allah di tahap ini, ia telah menyadari kebenaran sejati.
Perkembangan Spritual atau Spiritual Development adalah suatu kajian di dunia modern sampai sekarang.


[1] Penulis adalah pengurus CSS MoRA UIN Bandung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk, Cari Tahu Perbedaan Psikoterapi Barat dan Psikoterapi Islam

Setelah kita mengetahui pengertian psikoterapi, tentunya dalam pemikiran kita muncul berbagai macam pertanyaan terkait pembahasan tersebut.  Nah, pada kali ini akan membahas mengenai perbedaan psikoterapi Barat dan psikoterapi Islam. Apa yang menjadi topik perbedaan antara keduanya? Sudut pandang psikoterapi dari mana yang efektif untuk digunakan? Mari kita cermati sama-sama  Psikoterapi ialah perawatan yang menggunakan alat, teori dan prinsip psikologik terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dan seorang ahli menciptakan hubungan yang profesional dengan pasien. Sedangkan psikoterapi Islam ialah teknik penyembuhan/penyelesaian masalah kejiwaan/mental dengan sentuhan spiritual yang menggunakan metode Islami seperti zikir, penerapan akhlak terpuji dan lainnya berdasar Al-Qur’an dan hadits.  Jika diteliti dari pengertian keduanya, tentu sudah terlihat berbeda bukan? Perbedaan psikoterapi Barat dan psikoterapi Islam: 1. Objek Utama Psikoterapi Dalam pandangan psikologi

Download LIRIK dan MARS CSSMoRA

D Jreng, jreng.. G Genggam tangan satukan tekad Am C G Tuk meraih mimpi Am C G Saatnya santri gapai prestasi Am G Untuk negeri ini Reff : G Satu padu kita bersama Am C G Tuk menggapai cita Am C G Langkahkan kaki tetapkan hati Am G Demi bumi pertiwi C Bangkitlah kawan Wujudkan impian G Perjuanganmu kan slalu dikenang C Bangkitlah kawan tuk kita buktikan G Pesantren kita selalu di depan Am G Bersama CSS MoRA Download Mars CSSMoRA

PBSB 2016 Telah Dibuka

Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Ditpontren) Kemenag RI telah membuka pendaftaran PBSB tahun 2016-2017. Selengkapnya lihat di Pengumuman PBSB 2016 http://pbsb.ditpontren.kemenag.go.id/