Oleh: Camar Sengkala*
Entah sudah perayaan yang keberapa ini?
Tatapanku masih tetap sama
Kosong tanpa bayangan
Atau tak lagi bisa menghitung anganku
Walau saat bayi,
Sanak family merayakannya,
Bahkan di istana negara berbaris,
Lalu meriam mencuat,
Sedang aba-aba tentara membisu
Hingga air mata jatuh tersapu debu
Entah kemerdekaan yang keberapa!
Aku masih menunggu anganku
Berharap ingatan itu kembali
Sebab aku tuli,
Lantas aku buta jua
Aku hanya mengenal luluh
Ketika rudal merenggut semuanya
Sedetik kala aku lahir
Meski aku tak bisu,
Bagaimana aku bisa berkata?
"Merdeka"
Sedang firasatku bersabda
"ah, belum juga"
Dan bila lusa nanti,
Telingaku telah mendengar tak ada kemiskinan,
Mendengar kemakmuran
Juga mata ini melihat keadilan
Aku akan berteriak sekencang-kencangnya....
"MERDEKA"
Entah sudah perayaan yang keberapa ini?
Tatapanku masih tetap sama
Kosong tanpa bayangan
Atau tak lagi bisa menghitung anganku
Walau saat bayi,
Sanak family merayakannya,
Bahkan di istana negara berbaris,
Lalu meriam mencuat,
Sedang aba-aba tentara membisu
Hingga air mata jatuh tersapu debu
Entah kemerdekaan yang keberapa!
Aku masih menunggu anganku
Berharap ingatan itu kembali
Sebab aku tuli,
Lantas aku buta jua
Aku hanya mengenal luluh
Ketika rudal merenggut semuanya
Sedetik kala aku lahir
Meski aku tak bisu,
Bagaimana aku bisa berkata?
"Merdeka"
Sedang firasatku bersabda
"ah, belum juga"
Dan bila lusa nanti,
Telingaku telah mendengar tak ada kemiskinan,
Mendengar kemakmuran
Juga mata ini melihat keadilan
Aku akan berteriak sekencang-kencangnya....
"MERDEKA"
*Mahasiswa semester 7 jurusan Tasawuf Psikoterapi, fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Penerima Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) 2013
Sumber Gambar: http://world.kbs.co.kr/special/kfuture/indonesian/women/picture.htm?lang=i