Hujan. Selalu hujan.
Beginilah keadaan kota Yogya. Sudah 1 bulan terakhir hujan terus
menyapa kota ini. Hujan yang turun begitu deras membuat aktivitas orang-orang
menjadi terganggu. Namun, Tuhan itu maha adil. Ia tak pernah lupa memberikan anugerah
dibaliknya. Tuhan selalu menyajikan keindahan bagi setiap umatnya. Salah satu
keindahan itu adalah pelangi.
Pelangi
sering sekali muncul dipenghujung hujan sore hari. Warna-warnanya memberikan
ketenangan bagi sebagian orang yang memang mengaguminya. Begitupun dengan gadis
manis yang tengah duduk bersama sahabatnya di bawah naungan atap jerami. Pondok
kecil yang sengaja dibangun di bawah pohon besar oleh kedua ayah mereka. Tempat
itu mereka jadikan sebagai tempat tinggal mereka yang kedua. Di pondok itulah
mereka sering habiskan waktu luang mereka bersama.
Abimanyu Dirgantara dan Nora Prasvara. Mereka adalah dua orang yang
begitu dekat. Keduanya bersahabat sejak belia, persahabatan itu masih kokoh
terjalin. Dan tahun ini merupakan tahun ketiga mereka berkuliah.
Di dalam pondok kecil itu, mereka tengah asik menikmati hujan yang
turun begitu tenang sambil sesekali bercanda.
Dirga tengah asik memandangi sosok gadis di sampingnya. Yang tak
lain adalah Nora.
“Eh, kenapa Ga? Kok, lo liatin gue kayak gitu?” tanya
Nora yang sadar Dirga tengah memperhatikannya.
“Gak kok!. Gue cuma suka lihat senyum yang menawan dari lo. Manis!
” jawab Dirga sambil tetap memandangi Nora.
Gadis itu merasa pipinya memanas, kemudian ia langsung mengalihkan
pandangannya dari Dirga.
“Ga!, liat keluar deh. Pelanginya udah muncul!” seru Nora mengalihkan
topik pembicaraan. Jujur saja, ia masih merasa sedikit canggung.
Dirga yang merasakan perubahan dari sikap Nora hanya tersenyum.
Kemudian ia berdiri, mengikuti arah pandang Nora.
“Tetep cantik.” Dirga terus menatap pelangi lewat jendela kecil
yang sengaja dibangun langsung menghadap ke langit.
“Iya, selamanya juga bakal tetep cantik,” balas Nora menanggapi.
“Nora, kira-kira besok pelanginya masih bakal muncul gak ya?” tanya
Dirga tanpa mengalihkan pandangannya dari langit.
“Semoga,” jawab Nora singkat.
“Gue harap masih bisa melihat pelangi bareng sama lo. Gue takut gak
bisa lihat keindahannya lagi,” ucap Dirga dengan hembusan nafasnya diakhir,
seperti mengeluh akan keadaan.
“lo tuh ngomong apa sih? Kita pasti bisa liat pelangi itu besok,
dan seterusnya. Kita berdua bakal bareng liatnya. Selamanya” ucap Nora mantap.
Dirga menoleh dan tersenyum ke arah Nora.
“lo ngaco ya!.
Kalau besok gak hujan, mana bisa pelangi muncul. Dan kalaupun besok turun
hujan, gak pasti juga kan bakal ada pelangi” balas Dirga sambil tertawa.
“Habisnya
lo ngomong kayak gitu. gue kan takut dengernya.” Lirih Nora di
akhir.
“Takut kenapa?”
Nora menoleh ke arah Dirga, kemudian menjawab “Gue cuma takut kalo
nanti ada pelangi, gue gk bisa liat bareng lo. Gue gak mau ngeliat pelangi
sendirian,” sembari menatap dalam mata lawan bicaranya saat ini.
“Gue juga sama. Tapi, cuma takdir yang bisa nentuin semuanya ‘kan,”
balas Dirga.
“Hei, pulang yuk. Nanti pasti bokap lo khawatir kalo lo gak cepet
balik. gue juga mau balik nih, takut ayah marah” lanjut Dirga.
Nora hanya mengangguk dan mengekor pada sahabatnya itu.
~~~
Hari ini adalah hari Minggu. Seperti biasa Dirga dan Nora
berjalan-jalan sore ditaman. Kegiatan itu sudah menjadi kebiasaan mereka sejak
kecil. Dan karena itulah, mereka menyukai hari Minggu. Bahkan bisa dikatakan
bahwa hari Minggu merupakan hari yang sangat mereka tunggu-tunggu.
"Dirga! Akhir-akhir ini kenapa lo gak mau terus sih kalo gue
ngajak jogging?” tanya Nora ketika mereka sudah sampai di taman
komplek perumahan.
“Gue sibuk, Ra! Sorry ya,” jawab Dirga seadanya.
“Sibuk apa? Kok sibuk terus?” tanya Nora sedikit kesal.
“Gue ‘kan kudu kerkom dulu, Sayang!” kata Dirga gemas. Dengan
jahilnya ia mencolek dagu sahabatnya itu.
“Ih, apaan sih. Pake sayang-sayang segala!” balas Nora
seraya memukul pelan tangan Dirga. Dirga hanya terkekeh melihat sahabatnya yang
salah tingkah.
“Penasaran banget ya, lo? Kepengen
banget nih lari pagi sama gue? Apa jangan-jangan lo.” Dirga menatap Nora dengan
tatapan menggoda dan senyum yang sengaja ia buat seakan mengejek.
“Ih, apaan sih! Udahlah. Lupain aja!. Lo makin ngaco deh,”
balas Nora akhirnya.
“Pipinya merah tuh!” goda Dirga lagi. Namun berhasil
mendapat bogeman keras dari Nora. Yang kemudian mendarat tepat di atas
kepalanya.
“Awwww!” jerit Dirga seraya memegangi kepalanya. “Sakit, Nora!”
tambahnya lagi. Dirga pun mengerucutkan bibirnya.
“Dirga!!. Manyunnya lucu deh!” goda Nora seraya
menyentil bibir manyun Dirga. Dengan tampang tak berdosa, ia langsung berlari.
Tak terima dengan perlakuan Nora, Dirga langsung mengejarnya. Dan
akhirnya terjadi aksi kejar-kejaran antara Dirga dan Nora selama kurang lebih 3
menit.
"Nora!” teriak Dirga “Udahan deh,” kata Dirga yang
berhenti sambil memegangi perutnya karena kelelahan.
“Wah, Dirga gak asik. Baru sebentar juga. Gue aja gak cape” ejek gadis
itu.
“.....” Dirga masih memegangi perutnya yang kesakitan.
“Dirga?! lo kenapa? Muka lo kok pucat gitu! Kau baik-baik saja?!”
tanya Nora khawatir. Sekarang ia sudah berdiri di samping Dirga sambil
memegangi punggung lelaki yang tengah membungkuk itu.
"Gue capek, Ra! Perut gue saki nih!” jawab Dirga pelan.
“Yaudah. Kita istirahat dulu deh di bangku taman. Sini biar gue
bantu” Nora membantu sahabatnya itu berjalan menuju bangku taman yang kebetulan
letaknya tidak terlalu jauh dari tempat mereka berdiri tadi.
“Gimana? Masih sakit?”
“Gak juga kok. Gara-gara lo sih tadi larinya kekencengan!” Dirga pura-pura
kesal.
“Huh, maaf deh. Gue kan tidak tahu jika lo mudah lelah. Soalnya
dulu kan lo paling suka main kejar-kejaran. Malahan gak perlu waktu lama buat lo
nangkep gue. Tapi kok sekarang berubah sih? Cepet capek gitu. lo lagi sakit ya?” Nora
mencoba mengeluarkan sebagian unek-uneknya mengenai perubahan sikap dari
sahabatnya selama ini.
“Gak semua orang bisa selalu kuat, Ra. Pasti ada waktunya dia jadi
lemah dan gak berdaya. Bahkan yang lebih mengerikan daripada itu mungkin aja
terjadi” kata Kai sambil memperhatikan kolam ikan yang berada di hadapan mereka
saat itu.
“Yang lebih mengerikan???” tanya Nora tak mengerti. Dirga menatap
sahabatnya sebentar kemudian mengangguk. Setelah itu matanya kembali menatap ke
dalam kolam ikan. Seakan ia mendapati sesuatu yang tak biasa disana.
“Saat orang itu lagi kritis menjelang kematiannya” jawab Dirga
pelan tapi berhasil membuat Nora bingung untuk yang kesekian kalinya.
Entah
mengapa, Nora merasa akhir-akhir ini Dirga sering berbicara aneh. Meskipun
sulit untuk dicerna dan dipahami olehnya, namun ia merasa inti dari ucapan Dirga
akhir-akhir ini adalah mengenai kematian. Ada apa dengan sahabatnya? Apa
hubungannya Dirga dengan kematian? Nora tidak berani berpikiran telalu jauh. Ia
tidak mau berpikiran negatif mengenai sahabatnya itu.
“Hmm, Dirga! pulang yuk. Udah sore.” Nora mengalihkan
pembicaraan.
“Gimana? Bisa bawa sepeda gak? Atau mau gue bonceng?”
tawar Nora lagi, sebelum mereka benar-benar meninggalkan taman komplek.
“ Lo
pikir gue selemah itu?? gue bisa sendiri kok, Nora sayang! Gak usah terlalu
khawatir gitu dong. Gue 'kan jadi terharu,” jawab Dirga jahil sambil
melayangkan senyum genitnya ke arah sahabatnya.
“Dirga!! Rese bener deh! Udah-udah, jangan ngomong
lagi. Omongan lo ngaco mulu” balas Nora yang mulai salah
tingkah karena melihat senyum genit Dirga yang menurutnya sangat manis dan
berhasil membuat jantungnnya loncat-loncat saat itu.
“Hehe.. Iya deh iya. Gue tak sanggup melihat pipi lo yang
merah!” godanya lagi.
“Dirga!” Nora yang sangat malu saat itu, langsung mencubit perut Dirga.
“Aww.... lebih pedes yang ini, Ra!” celetuk Dirga. Namun Nora tidak
menanggapinya. Ia malah beranjak pergi dan menaiki sepedanya. Meninggalkan Dirga
yang masih berdiri ditempat sambil bergumam tak jelas.
Menyadari Nora sudah pergi meninggalkannya, Dirga langsung menaiki
sepeda dan mengayuhnya dengan cepat.
~~~
Pagi ini seperti biasa Nora dan Dirga berangkat sekolah bersama.
Selain karena mereka tinggal di komplek yang sama, rumah mereka juga
berdekatan. Karena itulah mereka berdua berangkat bersama. Nora selalu menolak
apabila ayahnya ingin mengantarnya, begitupun dengan Dirga. Mereka selalu
memberikan alasan yang sama kepada orang tua mereka. Dan kedua orang tua mereka
pun tidak melarang. Mereka sangat percaya kepada anak mereka.
Seperti halnya pagi ini sebelum mereka pergi ke kampus. Orang tua
mereka menawarkan untuk mengantar mereka. Tapi dengan mantap menolaknya.
Saat ini Nora tengah menyantap sarapannya bersama keluarga.
“Nora!, mau bareng Ayah? Kebetulan Ayah berangkat pagi” kata Ayah Nora
sambil menuangkan susu coklat ke dalam cangkirnya.
“Gak, Yah! Aku sama Dirga saja.” tolak Nora secara halus.
“Oh, Yasudah. Hati-hati ya, nak!” kata Ayah akhirnya.
Sementara itu di kediaman Dirga, ia melihat sang ayah sedang
membaca koran sambil menunggu sopirnya selesai mencuci mobil di halaman rumah.
“Loh, gak bareng Ayah, nak?” tanya ayah sembari melipat koran yang
baru saja selesai ia baca.
“Gak, Yah! Aku mau berangkat bareng Nora,” jawab Dirga mantap.
“Yasudah kalau begitu. Tapi Kamu sudah sarapan kan tadi?” tanya
ayah lagi.
“Sip Yah. Udah kok!” jawab Dirga.
“Terus sudah Kamu bawa gak kotak sama botol....” belum sempat ayah
melanjutkan ucapannya, Dirga memotongnya.
“Sudah, Yah! Dirga berangkat ya, Yah!. Udah ditunggu Nora.” Tanpa
menunggu jawaban dari ayah, Dirga langsung berlari keluar.
Setelahnya, lelaki itu membawa motornya menuju rumah Nora untuk
berangkat ke kampus bersama dengannya.
~~~
Keduanya baru saja keluar kelas masing-masing setelah perkuliahan
usai. Nora berjalan santai menuju kantin sembari bermain ponsel, notif dari
Dirga menarik perhatiannya.
‘Ra, gue mau ada rapat dulu. Lo ke kantin aja duluan ya, tapi
nanti balik bareng oke.’ Dirga mengiriminya pesan untuk jangan menunggunya.
‘oke siap bos.’ Nora menjawab pesan tersebut dan melanjutkan
jalannya ke kantin.
“Ra, tumben Dirga ngga ikut makan di kantin? Biasanya kan dimana
ada lo pasti ada dia juga,” tanya Keyra sambil mengedarkan pandangannya ke
seluruh sudut kantin, mencari sosok Dirga.
“Dia lagi ada rapat BEM. Maklum kan Kahim.” Nora duduk sembari
menyeruput es jeruk milik temannya itu, yang sontak dibalas pelototan dari
Keyra.
“Ehehe peaceee.” Cengir Nora
“Gak kesepian nih ditinggal Dirga?” goda Keyra.
“Gak lah. Dirga rese gitu masa dikangenin” balas Nora bergidik.
“Biar rese tapi lo suka kan?” goda Keyra lagi.
“Ahh, Keyra!!!!” teriak Nora gemas.
“Hehe.. Iya deh, Iya.. By the way, lo beneran gak ada rasa
sedikitpun ya sama Dirga? Dia 'kan cakep, keren, pinter, suaranya bagus lagi.
Terus kalian kan udah sahabatan dari kecil. Kelihatannya Dirga juga suka sama lo."
Ujar Keyra.
Mendengar perkataan Keyra, Nora terdiam. Ia juga tidak tahu
bagaimana perasaannya kepada sahabatnya. Jujur sebenarnya Nora memang menyukai Dirga
sejak lama. Tapi ia tidak tahu makna dari rasa sukanya. Apakah itu cinta atau
sekedar rasa kagum?.
“Gak tau juga nih, Key. Gue aja bingung” jawab Nora. Matanya
terlihat sedang menerawang seakan mencari kepastian untuk ucapannya tadi.
~~~
Perkuliahan sudah berakhir 10 menit yang lalu. Nora berniat
menunggu Dirga di halaman depan sekolah. Namun sudah 5 menit Nora menunggu,
tapi Dirga belum juga menampakkan batang hidungnya. Karena kesal, akhirnya Nora
beranjak pergi ke kelas lelaki itu. Berharap semoga Dirga ada disana.
“Tio!!” panggil Nora setelah melihat Tio keluar dari kelasnya yang
kebetulan juga merupakan kelas Dirga.
“Kenapa, Ra?” sahut Tio yang sekarang sudah berada tepat di depan Nora.
“Dirga mana? Dia tak bersamamu?” tanya Nora to the point.
“Dirga?? Tadi dia langsung keluar pas kelar kelas. Gak tau deh kemana.
Tapi setau gue, dia itu pasti ke toilet sebelum balik. Coba cari disana.
Mungkin dia ada disana,” jawab Tio.
“Oh, Ok. Thanks ya, Yo!”
“Yap. Sama-sama.”
Tanpa berpikir lagi, Nora langsung berlari menuju toilet laki-laki
yang letaknya tak begitu jauh dari kelasnya.
Sesampainya
di depan toilet, Nora bertemu dengan Jovan, sahabat dekat Dirga. Kebetulan tadi
Jovan baru keluar dari toilet. Dan entah kenapa, Nora sekilas mencium bau obat
bersamaan ketika Jovan keluar tadi.
‘Bau obat? Ah, bodo ahh’ pikir Nora.
“Van!, apa di dalam ada Dirga?” tanya Nora.
“Ada kok di dalem. Tapi jangan masuk ya!, tunggu di luar saja!” jawab Jovan.
“Loh ?? Emang kenapa?” tanya Nora lagi.
“Ck.. lo mau masuk ke toilet lelaki?”
‘Oh, iya ya. Bego Gue’ batin
Nora merutuki dirinya sendiri.
“Hehe.. Iya lupa. Yaudah deh. Emang Dirga ngapain sih di
dalem?” tanya Nora yang masih penasaran.
"Kalo mau tau. Tanya aja sendiri sama anaknya” jawab Jovan
santai.
“Gue duluan ya, Bye!” lanjutnya, kemudian berlalu
meninggalkan Nora yang sudah manyun ditempat.
"Dasar! Kenapa semua teman Dirga itu menyebalkan?!” umpat Nora
kesal.
Tak lama setelah Jovan pergi, Dirga keluar dari toilet. Melihat Nora
yang sedang bergumam tak jelas, Dirga langsung mendekatinya dan menyapanya.
“Ngapain disini?” Dirga mengeluarkan pertanyaannya.
“Menurutmu mau ngapain?! Bukannya kamu yang tadi pagi ngajak pulang
bareng? Aku sampe jamuran nih nunggunya. Aku nungguin di halaman depan, tapi
gak muncul-muncul. Terus aku tanya Tio, katanya kamu di toilet. Terus
barusan ketemu Jovan, si cowok yang sok cool. ,” celoteh Nora panjang
kali lebar.
“Kamu dengerin aku gak sih?!” protes Nora yang melihat Dirga yang
senyum-senyum sendiri.
Dirga tersadar dari lamunannya.
“Eh, iya iya. Aku dengar. Yaudah, Ra. Balik yuk!” ajaknya. Nora
hanya menatap sahabatnya bingung. Namun, akhirnya ia menurut dan mengekori sahabat
lelakinya dari belakang.
~~~
Saat malam tiba, mama Dirga memanggil putranya untuk makan malam.
Namun, tak kunjung ada jawaban dari sang anak, hingga akhirnya ia membuka kamar
anaknya.
Dan
alangkah terkejutnya ia saat melihat sang anak tergelatak lemah dengan darah
yang keluar dari hidung anaknya. Ia memanggil terus nama anaknya, namun
percuma. Dirga sudah tak sadar.
“AYAH!!!!!” tangis sang ibu pecah. Suaranya bergetar.
~~~
Matahari pagi kembali menampakkan kehadiran dan sinarnya. Cahaya
menerobos masuk ke dalam ruangan bercat putih. Dua orang yang saat itu
mengenakan pakaian serba putih semakin membuat kontras. Suasana pagi di wilayah
itu sudah cukup ramai. Beberapa wanita yang juga berpakaian serba putih
berjalan sambil mendorong sesuatu. Bau rumah sakit semakin tercium nyata.
Erangan dari seseorang yang baru saja terbangun dari tidur
nyenyaknya terdengar.
“Dok, pasien sadar!” seru wanita yang ternyata seorang suster
kepada atasannya.
Dokter
pun menghampiri dan memeriksa keadaan pasien yang baru sadar itu.
“Dirga? Sudah merasa baikan?” tanya Dokter itu ramah.
“Iya, dok. Saya nginep disini lagi ya, dok?” kata Dirga.
“Iya, kamu sudah hampir 1 bulan tidak sadarkan diri,” ujar Dokter yang ternyata
bernama Bayu itu.
“Oh ya? Ayah, Mama, dimana Dok?” tanya Dirga lagi.
“Mereka baru saja pulang,” jawabnya yang diangguki oleh Dirga.
“Yasudah. Dokter tinggal dulu ya, Dirga!” ujar Dokter.
“Baik, Dok. Terima kasih,” balas Dirga sambil tersenyum.
Tak
lama setelah Dokter berlalu, Jovan datang.
“Heh! Gimana lo?” tanya Jovan langsung.
“Baik kok. Lo gk ngampus?”
"Dasar pikun!. Kelamaan tidur sih, jadi lupa hari. Ini kan
hari Minggu dodol!” jawab Jovan yang sekarang sudah duduk di kursi
samping tempat tidur Dirga.
“Hahaha.. Lupa, Bro! Oh ya, lo gk bilang Nora atau yang lain kan?”
tanya Dirga.
“Gak kok” jawab Jovan singkat.
“Bagus deh!”
"Mau sampai kapan lo nyembunyiin penyakit lo? Terutama Nora, dia
pasti bakal kaget kalo dia denger sesuatu kayak gini?" Tanya Jovan
memecahkan keheningan.
"Gue Cuma gk mau kalian khawatir sama gue," jawab Dirga
sembari menatap langit-langit rumah sakit.
Abimanyu Dirgantara adalah sosok laki-laki yang berusaha memberikan
ketenangan untuk semua orang yang disayanginya, walau sebenarnya ia sangat
rapuh. Di balik senyumnya ia menangis, di balik tawanya ia merintih, dan di
balik ketegarannya ia hanyalah orang yang lemah, tak mampu berbuat apa-apa
selain menyembunyikan ketidaksempurnaannya.
Sejak kecil ia mengidap penyakit. Penyakit yang menyerang organ
jantungnya. Jantung Dirga sangat lemah dan kronis. Sudah 13 tahun penyakit itu
bersarang di tubuhnya. Dan selama 13 tahun itu pula Dirga berperang melawan
rasa sakit yang membuatnya tidak tahan untuk hidup lebih lama lagi.
Sudah berkali-kali Dirga menyerah dengan hidupnya. Namun, ia sadar
ia masih belum mampu meninggalkan orang-orang yang begitu menyanyanginya.
Ayah, Mama, Jovan dan Nora. Mereka adalah orang-orang yang
membuatnya berusaha untuk tetap hidup. Mereka adalah orang-orang yang sangat
berarti untuknya. Dan karena mereka pula, Dirga masih bersemangat selama
ini.
Dokter sudah mengatakan bahwa kesempatannya untuk hidup sangatlah
tipis. Ia tidak terkejut mendengar hal itu. Namun bagaimana dengan semua orang
yang disayanginya? Ia tidak tega melihat mereka sedih.
Keluarga Dirga maupun Jovan sangat terpukul ketika mengetahui
samuanya. Tapi semakin lama mereka juga semakin bisa menerima takdir yang
digariskan Tuhan untuk anak lelaki itu. Mereka sadar, tangis dan kesedihan
mereka hanya membuat Dirga semakin lemah dan terpukul. Saat ini yang dibutuhkan
Dirga adalah dukungan dan semangat dari mereka.
"Udah sore. Gue balik dulu ya, Ga." Jovan melirik arloji
miliknya. Setelah itu ia langsung pergi.
~~~
Saat ini Nora sedang berada ditaman. Ia ada membuat janji dengan Jovan,
ya lelaki itu mengajaknya bertemu. Katanya ada hal penting yang harus
dibicarakan.
"Nora!" Panggil Jovan dari jauh.
"Eh, Jovan. Ada apa? Kenapa mengajak ketemu?" Tanya Nora.
Akhirnya, Jovan menceritakan semua yang terjadi pada Dirga. Dan itu
membuat Nora sangat terkejut. Kakinya lemas, hatinya sangat perih mendengar
semua itu. Dadanya sesak. Tanpa ia sadari, air matanya sudah mengalir.
“Dirga.. Orang ngeselin itu punya penyakit? Orang yang sok itu bisa
sakit?” Nora bergumam lirih.
Seakan memahami kepedihan hati Nora, Jovan langsung memeluk gadis
itu. Nora hanya diam tanpa membalas pelukan Jovan, tangannya seperti kaku untuk
di gerakkan, lidahnya pun terlalu kelu untuk berucap.
Jovan melepaskan pelukannya dan menatap mata Nora.
“Nora...” belum sempat Jovan melanjutkan ucapannya, gadis itu langsung
memotongnya.
"Udah cukup! Gue gk mau denger apapun lagi! Bilang aja sama Dirga.
Gue mau ketemu sama dia hari minggu di pondok biasa” ujar Nora ketus, lalu
pergi meninggalkan Jovan.
~~~
Tepat di hari Minggu. Nora sudah berada di pondok kecil, tempat
dimana ia sering menghabiskan waktu dengan sahabatnya itu. Setelah 30 menit
menunggu dengan sabar, akhirnya orang yang diharapkannya pun datang.
Dirga datang dengan menaiki sepeda. Hari ini ia tidak terlihat
seperti orang sakit. Ia sangat sehat. Apa yang dikatakan Jovan tidak benar. Dirga
sakit? Tapi keadaannya sekarang tidak begitu. Dirga tidak terlihat sakit atau
semacamnya. Nora berharap semoga yang dikatakan Jovan minggu lalu sama
sekali tidak benar.
“Hai? Udah lama?” tanya Dirga.
“Lumayan,” jawab Nora singkat.
“Kok jutek gitu?” tanya Dirga lagi.
“Menurut lo?” Nora balik bertanya.
“Hmm.. Masalah penyakit? Gak usah di bahas sekarang deh. Mending
kita main,” ajak Dirga.
“Main?” tanya Nora bingung. Dirga mengangguk.
“Tapi kan lo....” ucapan Nora terpotong.
“Kan udah di bilang, masalah penyakit ntar aja di omonginnya,” ujar Dirga
gemas.
“Terus kita mau main apa?” tanya Nora lagi.
“Kita keliling pakai sepeda aja."
Akhirnya keduanya berkeliling menggunakan sepeda. Mereka
berkeliling komplek. Dirga benar-benar tidak terlihat seperti orang sakit.
Bahkan Dirga selalu mengajak Nora bercanda selama di perjalanan. Nora pun tak
bisa menahan tawanya. Mereka sangat menikmati pagi itu bersama.
Hingga tiba-tiba hujan turun dengan derasnya tanpa bisa di prediksi
membuat kedua insan itu kebasahan.
"Ayo berteduh dulu!" Ajak Nora, yang diangguki oleh Dirga.
Dan mereka pun segera mencari tempat berteduh. Setelah mereka
menemukannya, mendadak keadaan menjadi sangat hening.
"Lo udah tau ya?" Tanya Dirga memecah keheningan.
“Hmm," jawab Nora singkat.
"Sorry ya, gue gk jujur sama lo. Gue Cuma gk mau lo sedih
dan khawatir," ujar Dirga.
"Ya, gue paham. Udah ah, jangan dibahas!" jawab Nora
sedikit ketus.
Tiba-tiba Dirga merasa kepalanya berdenyut kemudian tak lama dari
itu, ia mimisan dan dadanya terasa sakit.
"Ga! lo kenapa? Gue cari pertolongan dulu ya lo tetap disini
okay?" ujar Nora namun tangannya langsung di cegah saat ia mencoba pergi.
"Jangan pergi! Temenin aja disini," Jawab Dirga.
"Tapi lo,"
Perkataannya terpotong oleh suara lirih lelaki yang kini bersamanya.
"Gue Cuma pengen lihat pelangi indah itu!" Lirihnya
memegang kepalanya yang sakit.
"Lo bisa lihat pelangi ini lagi! Percaya sama gue!" Tegas
Nora.
"Gue takut ini menjadi yang terakhir melihat pelangi bareng lo,"
ujar Dirga sambil tersenyum.
Setelah mengatakan itu. Dada lelaki itu terasa sangat sakit,
hidungnya pun mengeluarkan darah.
"Dirga, lo kenapa? Are you okay?" ujarnya panik,
namun jawaban tak kunjung ia dapatkan dari sahabatnya tersebut. Sementara Dirga
terus memegang dadanya yang semakin terasa sakit, perlahan ia mulai kehilang
kesadarannya. Dan jatuh pingsan dipangkuan Nora.
"Ga! Please bangun, Ga! lo denger suara gue, kan?!
Bangun Dirga! Bangun!" Teriak Nora. Sungguh ia tak ingin kehilangan Dirga-nya,
ia tak ingin sahabat sekaligus orang yang ia sukai pergi.
~~~
Pemakaman Dirga berjalan lancar dan khidmat. Semua yang berada
disana terlihat begitu sedih dan terpukul. Mama Dirga pun belum berhenti
menangis di pelukan suaminya.
Nora
yang juga merasa terpukul hanya mampu menyandarkan kepalanya di bahu sahabatnya
sambil menangis.
Keyra mengusap lembut punggung temannya, guna menenangkan.
“Nora, ini surat dari Dirga buat lo. Dan dia mau kamu baca surat
ini tepat di hari pemakamannya,” kata Jovan seraya mendekat dan menyodorkan
surat kepada gadis di depannya.
Gadis itu menerimanya. Lalu membukanya perlahan.
Hai Nora, gimana kabar lo? baik, kan?
Ah kayaknya gue salah nanya deh. Haha
Ra, jangan sedih ya. Lo tau
kan gue selalu ada buat lo
Tapi kali ini, tolong biarin gue pergi ya?
Lo gk perlu khawatir, lo juga gk perlu sedih
Lo tau, kan banyak orang
yang peduli sama lo
Gue juga minta maaf ya karena gk bisa nepati janji untuk nemenin lo
lihat pelangi lagi
gue juga minta maaf karena dengan seenaknya suka sama lo
I love you, Nora
Usai membaca surat itu, ia menoleh pada temannya.
“Jovan, kapan Dirga menitipkan suratnya?” tanya Nora
langsung.
“Malam Minggu, sebelum ketemu lo. Kenapa?”
“Oh, gak apa-apa. Thanks ya, Van,” balas Nora.
‘Dirga gue gak tau kapan lo nulis surat ini. Yang pasti gue
percaya, lo selalu ada di setiap nafas gue. I love you too...’ batin Nora.
Azny Kim