Seperti
hari-hari sebelumnya saat pangeran Marka Austin berkunjung, Nora selaku putri
tunggal dari kerajaan Theo akan menemaninya berkeliling sekitar istananya. Dan
saat ini Nora tengah bersiap dengan riasannya. Gadis berusia 20 tahun tersebut
mematut dirinya di depan kaca rias kamarnya, dirinya terus tersenyum sambil
menunggu rambutnya selesai dirias.
“Anda
sepertinya senang sekali, putri. Apakah karena hendak bertemu dengan pangeran
Marka?” key, pelayannya sekaligus orang terdekatnya sedikit menggoda Nora.
Nora
mengangguk membenarkan sangkaan dari pelayannya itu, “Kamu tau kan, aku sangat
menyukainya.” Ujarnya sambil tersenyum.
Key
selesai dengan kegiatanya merias Nora. “Syukurlah kalau putri merasa senang.”
Ia meletakkan sisir di atas meja rias, kemudian melanjutkan omongannya, “Karena
seperti kata anda tempo lalu, kalian akan dijodohkan, bukan?”
Kembali
Gadis ayu itu mengangguk, kemudian ia berdiri. “Ayo keluar!” ajaknya sembari
sedikit mengangkat gaun birunya. Berjalan dengan anggunnya keluar kamar menuju
ruang pertemuan, yang diikuti beberapa pelayannya termasuk Key.
~~~
Nora
sedikit mempercepat jalannya untuk mengejar Marka yang berjalan lebih cepat
darinya.
“Pangeran,
bagaimana kalau kita duduk terlebih dahulu disana,” ujarnya sopan sembari
menunjuk satu bangunan yang tak jauh dari tempat keduanya berjalan.
Marka
yang mendengar itu hanya berdehem menyetujui ajakan Nora, dan kembali
mendahului Nora untuk ke tempat yang dituju.
Menyaksikan
itu, Nora kembali menghela pelan. Lagi-lagi Marka menolaknya secara halus
dengan berjalan mendahului dirinya, padahal seharusnya keduanya berjalan
beriringan. Ia kembali sedikit mengangkat gaun biru yang tadi ia turunkan dan
menyusul Marka yang sudah duduk disana.
Kembali
dengan anggunnya Nora menaiki tangga dan duduk di hadapan Marka yang tengah
memperhatikannya.
Gadis
anggun itu tersenyum dan berucap, “Bagaimana Pangeran, apa anda merasa nyaman
disini?”
Marka
menaikkan sebelah alisnya menatap Nora kemudian mengangkat sedikit sudut
bibirnya, ia menatap ke arah luar tempat para pelayan berdiri. “Ya, aku cukup
menikmati suasana disini,” Marka mengalihkan pandangannya pada taman di luar,
“Dan juga, aku bisa menikmati pemandangan indah ini.” Jawabnya diakhiri dengan
kekehan kecil.
“Syukurlah,
saya senang mendengar itu dari anda. Dan mungkin itu kalimat terpanjang yang
anda ucapkan selama kita bertemu.” Lagi, Nora tersenyum dengan ayunya.
Tak
lama dari itu Key membawa teh di nampan yang ia pegang, lengkap dengan
cangkirnya. Ia meletakkan nampan itu di tengah dan menyajikan teh yang ia bawa.
Marka
tersenyum saat Key tengah menuang teh, dimatanya gadis pelayan itu terlihat
begitu anggun juga ayu. “Terimakasih, Key.”
Nora
mendengar nama pelayannya disebut oleh lelaki dihadapannya sontak sedikit
terkejut, tapi kembali ia tersenyum. “Anda tau nama pelayan saya, Pangeran?”
tanyanya menatap Marka, yang diangguki lelaki itu dengan mudahnya sembari terus
melihat Key.
Key
yang cukup peka dengan keadaan ditempat itu segera pergi setelah selesai dengan
tugasnya, “Saya permisi,” lirihnya yang masih bisa didengar oleh Nora maupun
Marka.
“Pangeran...”
panggil Nora dengan lembut.
Marka
menyeruput tehnya dengan pandangannya yang mengarah pada putri kerajaan di
depannya, seolah bertanya ‘ada apa?’
“Maaf
sebelumnya, tapi anda tau kan pernikahan kita sebentar lagi,” Nora menjeda
kalimatnya sejenak “Saya harap anda bisa mulai membuka hati anda untuk saya,
karena bagaimanapun kita aan menjadi pasangan nantinya,” lanjutnya.
“Aku
tak bisa memaksa hatiku untuk memilih menyukai siapa, putri Nora yang
terhormat,” jawab Marka dengan tegas.
~~~
Nora
merenung di depan meja riasnya, ia sudah kembali sejak sore tadi.
“Nona,
anda baik-baik saja?” tanya Key yang tengah melepas hiasan dari kepala tuannya.
“Key,
sepertinya pangeran Marka tak menyukaiku. Apa aku batalkan saja pernikahanku
dengannya?” ia sedikit mendongak untuk melihat lawan bicaranya di depan cermin.
Key
tersenyum mendengar keluhan Nora, “Cinta bisa tumbuh seiring waktu, nona.”
“Tapi
Key sepertinya pangeran Marka menyukai orang lain. Bagaimana mungkin aku bisa
membuatnya menyukaiku jika ia saja sudah menyukai orang lain.” Nora kembali
menghela.
“Nona,
bagaimana kalau kita jalan-jalan keluar sebentar. Kudengar di pusat kota ada
pertunjukan teater, anda ingin melihatnya?” Key sedikit menepuk pundak Nora.
Mendengar
kata ‘teater’ membuat wajah lesu putri tunggal kerajaan Theo itu tersenyum
cerah dan membalik badannya menghadap Key, “Oh iya kamu benar! Aku hampir saja
lupa. Kalau begitu ayo keluar.” Nora berdiri dan berjalan menuju lemari
pakaiannya, “Aku ganti baju dulu.” Ia mengambil gaun yang paling sederhana yang
ia miliki dan bergegas menuju ruang ganti, tentunya dibantu oleh Key dan pelayan
lainnya. Menyamar menjadi orang biasa lebih memudahkannya kesana kemari tanpa
harus memikirkan kedudukannya.
1
jam kemudian, Nora dan juga Key sudah berada di pusat kota. Key terkekeh kecil
saat melihat tuan yang ia layani berlari kecil dari pedagang satu ke pedagang
lainnya, baru kali ini ia melihat Nora tertawa dengan lepas seolah tanpa beban.
Sekitar
5 menit Key memperhatikan tuannya dengan senyuman, ia menghampiri Nora dengan
sedikit tergesa. “Nona, teater musikalnya akan segera mulai. Ayo kita kesana,”
ajaknya dengan sopan.
Nora
menoleh dan terdiam sejenak, lantas tersenyum lebar kemudian. “Ayo! Kita jalan
beriringan saja. Aku tak tau tempatnya.” Gadis berusia 20 tahun tersebut
menyamakan langkahnya dengan pelayan setianya. Keduanya berjalan bersama menuju
tempat teater musikal diadakan.
~~~
Sepanjang
teater berlangsung Nora tak melepas pandangannya sedikitpun dari pertunjukkan,
dirinya benar-benar tertarik pada seni lakon tersebut. Ia bahkan bertepuk
tangan dengan kencang diakhhir pertunjukan, membuat seorang aktor diatas
panggung sana menatapnya lekat tanpa Nora sadari. Berbeda dengan Key yang saat
ini sedikit mengantuk karena menurutnya pertunjukkan tadi sangatlah
membosankan, gadis yang umurnya sedikit di atas tuannya itu bahkan beberapa kali
menghela pelan selama pertunjukkan dan merutuk dalam hati, kapan sih
selesainya?!!
Kedua
gadis itu pun keluar dari gedung studio tersebut. Kini Nora tengah duduk di
sebuah resto kecil namun ramai untuk membeli Currywurst, makanan kesukaannya
jika ia sedang berada di pusat kota. Ia tak sabar untuk menikmati sosis pedas
itu dengan kentangnya, matanya pun tak lepas dari sang koki yang tengah
menyiapkan pesanannya.
Saat
sedang fokus pada sang koki, seorang lelaki dengan pakaian berwarna abu duduk
di depannya dengan tiba-tiba hingga membuatnya terkejut dan merengut menatap
lelaki tersebut.
“Hei!
Cari tempat dudukmu sendiri, jangan duduk disini,” ujarnya sedikit tak suka.
“Kau
tak lihat, nona cantik? Hanya mejamu yang kosong, meja lainnya sudah terisi
penuh.” Jeno, lelaki yang dengan seenaknya duduk dihadapan Nora itu menunjuk ke
arah belakang gadis didepannya dengan dagu. Dan yah memang benar, resto
tersebut penuh, dan sialnya hanya tempatnya yang kosong. Hanya diisi dirinya
dengan Key.
“Setidaknya
kan bisa meminta izin dulu, jangan langsung duduk,” protesnya sambil menumpu
kedua tangannya di meja. “Kau mengejutkanku tau!” lanjutnya masih dengan nada
sebal.
Key
berbisik, “Nona, ia sudah izin tapi anda terlalu fokus pada koki disana.”
Mendengarnya,
raut wajah Nora sedikit terkejut. Ia malu tapi sebisa mungkin tetap bersikap
biasa saja.
“Makanya
jangan terlalu fokus memperhatikan koki disana, salah salah malah nanti kau
dianggap menyukai suami orang.” Jeno menyeruput kopi yang sudah Nora pesan
terlebih dahulu tanpa persetujuan, “Sekedar informasi, koki disana sudah
beristri,” bisiknya sembari mencondongkan tubuhnya pada Nora.
Gadis
dengan gaun biru itu meolot. Orang di depannya mengira ia menyukai si koki?
Yang benar saja! “Tidak ya! Enak saja aku menyukainya! Aku hanya tertarik
dengan cara memasaknya.” Nora mengelaknya tentu saja. “Dan lagi, kau meminum
kopi milikku!”
Jeno
tertawa mendengar jawaban Nora, “Aku hanya meminta sendikit, nona cantik.”
Kembali dengan santainya Jeno mencolek dagu Nora. Yang kali ini dipelototi oleh
Key.
“Hei!
Jaga tanganmu darinya!” ujarnya sedikit berteriak, untuk keadaan sedang ramai
jadi tak ada yang mendengarnya dengan gamblang kecuali dua insan yang satu meja
dengannya.
Jeno
semakin terbahak mendengar bentakan Key, “Anjingmu galak sekali sih, Nora.”
“Jangan
meledeknya dan jangan menyebutnya anjing, tuan Noah yang terhormat,” juteknya
karena masih kesal dengan kopinya yang sudah habis ditangan Jeno. Ia
mengalihkan pandangannya pada Key, “Dia ini aktor disana tadi, yang memerankan
Hans. Dia sahabat kecilku,” jelasnya secara singkat.
Key
yang memang pada dasarnya bingung hanya dapat mengangguk, ia bahkan tak tahu
jika lelaki di depannya ini aktor di panggung tadi. Dan hey bagaimana Nora
dan Jeno bisa saling mengenal?.
Nora
terkekeh mendapat reaksi seperti itu dari Key. Ia hafal betul jika gadis
disampingnya sama sekali tak mengerti. “Intinya dia ini temanku, Noah Jeno
Zhecery. Putra tunggal perdana menteri Noah.”
Key
terkejut dan menutup mulutnya, “Oh jadi ini anak tuan Noah yang sering nona
ceritakan?” yang diangguki Nora.
Singkatnya,
keduanya pun mengobrol banyak hal. Mulai dari A sampai Z, tak jarang saling
tertawa satu sama lain. Key? Tentu saja hanya ikut ikutan.
~~~
Waktu
berlalu tanpa terasa esok adalah hari dimana Putri Nora dan Pangeran Marka akan
menikah, berita bahagia ini sudah tersebar ke seluruh penjuru kota. Nora
senang, tentu saja tetapi dalam tawa yang ia keluarkan terdapat kehampaan di
dalamnya, ia merasa Marka semakin hari semakin acuh padanya. Padahal mereka
belum resmi menjadi suami-istri, bagaimana nanti jika sudah resmi? Nora
bertanya-tanya sendiri mengenai hal itu, karena jujur ia sendiri tak tahu apa
yang pangeran Austin itu inginkan terlalu sulit untuk memahami isi hati dan pikirannya.
Lain
dengan Nora, Marka yang sudah berada di kerajaan Theo tengah gundah bukan main.
Ia kira pernikahan itu akan dibatalkan oleh Nora karena sikapnya yang seolah
tak peduli pada putri kerajaan yang ia tempati saat ini, nyatanya dugaan Marka
salah besar karena Nora sama sekali tak menceritakan keburukannya dihadapan
raja dan ratu. Marka sedari tadi duduk tak tenang hingga seseorang datang ke
kamarnya secara diam-diam.
Marka
melihatnya dan langsung menghamburkan dirinya pada pelukan wanita di depannya,
“Tak bisakah kita batalkan saja rencana ini? Aku ragu, Sayang.”
“Kamu
gila?! Rencana kita hanya tinggal selangkah lagi dan kamu mau mundur? Apa kata
orang nanti, Marka,” jawab si wanita dengan kesal. “Lagipula kamu mau membuat
rasa cemburuku sia-sia selama ini? Aku sudah menahannya dan kamu malah bilang
mau menggagalkan rencana kita menurunkan keluarga Theo?!” lanjutnya.
“Tapi
rasanya aku tak bisa,” lirih Marka yang masih daam posisi sama, memeluk sang
kekasih.
Si
wanita melepas pelukan Marka dengan paksa dan mundur satu langkah, “kalau kamu
ingin membatalkan pernikahan ini maka silahkan, tapi aku tak akan segan-segan
membunuh putri menyebalkan itu di depan publik. Agar orangtuanya tau bagaimana
orang tersayangnya dibunuh di hadapan mereka langsung.”
Marka
mendengarnya sontak terdiam membisu, ia tak menyangka gadis pujaannya,
kekasihnya begitu kejamnya terhadap seseorang yang bahkan menurut Marka tak
mengerti apapun. Ia masih tetap terdiam diposisinya tanpa kata saat kekasihnya
pergi kembali secara diam-diam dari kamarnya.
Yang
tanpa mereka sadari, Jeno berada di luar ruangan mendengar semua percakapan itu
tanpa terlewatkan satu kalimatpun, lelaki itu bahkan sangat hafal suara siapa
yang menjadi lawan bicara Marka. Tapi ia memilih pergi dari sana dan
mengurungkan niatnya mengunjungi Marka, aktor tampan itu memilih untuk menemui
putri pujaannya.
Jeno
melewati taman yang membentang luas yang memisahkan kamar Marka dengan bangunan
kamar Nora, saat lewat disana ia menangkap siluet wanita yang hendak ditemuinya
hingga membuatnya berbelok ke taman dan menghampiri si wanita.
Jeno
menyentuh pipi si gadis yang tengah memetik bunga tulip dengan telunjuknya,
membuat si gadis terkejut dan menoleh.
Nora,
gadis yang menoleh itu kesal saat lelaki di sampingnya menampilkan wajah
konyolnya. “Dasar menyebalkan! Jangan mengagetkanku bisa?! Aku sedang sibuk
mengurus pernikahanku tahu!” ia kembali fokus pada kegiatannya.
“Kamu
mengurus semuanya sendiri? Kenapa Pangeran Marka tidak membantumu? Kakinya
pincang?” ujar Jeno dengan nada sedikit tak suka, membuat Nora kembali
mengalihkan atensinya dan menatap Jeno, seolah berkata jaga mulutmu! Dia
pangeran. Yang dibalas tatapan jengah dari Jeno.
Sejujurnya
Jeno jengah sekali dengan Nora yang masih saja bersikap seolahbaik-baik saja.
Nyatanya ia tahu bahwa gadis itu jauh dari kata baik.
“Tak
bisakah kau membatalkan pernikahanmu dengan Pangeran Marka?” celetuknya
tiba-tiba, ia tak ingin pujaan hatinya jauh lebih terluka nantinya.
Nora
yang mendengar itu langsung menghentikan seluruh kegiatannya dan memberikannya
pada dayang disana. Ia menatap Jeno “Kenapa aku harus melakukannya?”
Jeno
menarik Nora dari taman dan membawanya ke tepi kolam di dekat sana, seluruh
dayang ia suruh pergi.
Jeno
menghela kemudian berkata “Pangeran Marka tak sebaik yang kamu pikir.”
Nora
mengernyit, kemudian tersenyum “Dia bertemu dengan kekasihnya yang ternyata
dayang kepercayaanku ya lalu kamu melihatnya?”
Jeno
keheranan, jadi maksudnya Nora sudah tahu tapi ia memilih tutup mata? Sejak
kapan sahabatnya ini jadi bodoh? “Kamu tahu semuanya dan kamu malah diam?”
Kini
Nora yang menghela, “Aku tak bisa membatalkannya karena aku pun mengetahuinya
baru-baru ini. Aku tidak mungkin membuat nama keluargaku malu, Jeno,” jawabnya
dengan lirih, suaranya sedikit bergetar untuk menahan agar air matanya tak
mengalir sekarang. Jujur, ia pun sakit saat mendengarnya sendiri dan terlebih
itu ketika kedua insan tersebut tengah bercumbu ria di kamar Marka. Karena
bagaimanapun Marka adalah calon suaminya, dan wanita itu adalah dayang
kepercayaannya, Key. Coba tebak hati mana yang tak merasa hancur melihat dua
orang yang kau anggap tak saling mengenal malah keduanya justru lebih intim.
Jeno
menarik Nora ke dalam pelukannya, ia tahu gadis cantik itu akan menumpahkan air
matanya sebentar lagi. Dan benar saja, saat ia berada dalam dekapan Jeno maka
saat itu juga runtuhlah pertahanannya. “Sakit, Jen... tapi aku juga tak tau
harus apa,” isakannya terdengar begitu pilu di telinga Jeno. Kalau sudah
begini, dia bisa apa karena toh percuma kalau dibatalkan, yang ada malah
membuat malu dua kerajaan. Jadi Jeno hanya terdiam sembari terus mengucapkan
kalimat penenang untuk Nora.
~~~
Hari Pernikahan....
Di
kamarnya, Nora sudah siap dengan gaunnya. Gadis itu akan menuju ruang utama dimana
akan dilaksanakan pernikahannya, ia diantar oleh Key kesana.
“Jujur
aku sangat gugup, Key..” lirihnya yang masih bisa di dengar oleh dayang
kepercayaannya itu.
Key
tersenyum, “Jangan khawatir, Nona”
Hingga
akhirnya Nora memasuki ruang utama, Key melipir ke samping membiarkan Nora yang
akan berjalan ke tengah altar disana, dimana Marka berdiri dengan gagahnya. Di
tempat itu juga ada Jeno yang menyaksikan, ia berada di sayap kiri altar yang
dekat dengan Pangeran Marka.
Dengan
anggun Nora berjalan menghampiri Marka disana, diiringi pula musik-musik khas
kerajaan. Senyumnya terpatri dari wajah ayunya, seolah ini merupakan hari yang
sangat membahagiakan baginya.
Sedangkan
diatas sana, Marka menunggu Nora dengan setia. Tatapannya yang dingin dan tegas
menambah kesan tampan pada dirinya, membuat siapapun terpikat oleh pesonanya.
Dan begitu Nora sampai di hadapannya, Marka dengan sigap mengambil pedang dan menarik
Nora kemudian menempelkan pedangnya di leher si gadis.
Jeno
yang melihat itu dengan sigap menarik pedangnya dan mengarahkan pada Marka.
“Lepaskan Putri Nora, Pangeran,” tekannya.
“Tidak
sebelum kerajaan kalian jatuh ke tanganku, hei Raja Theo! Serahkan mahkotamu
padaku.” Titahnya telak.
Jeno
perlahan mendekat lalu berbisik, “Jika kau tak melepas Putri Nora, saya jamin
kekasihmu, Key tak kan bisa keluar dari sini dengan selamat. Atau ia bia saja
selamat, tapi tanpa harga diri, dia akan di cap sebagai wanita murahan yang tak
tahu terimakasih.” Lelaki itu memamerkan senyumnya saat Marka menatapnya dengan
kaget, kemudian memiringkan kepalanya seolah memberi Marka kesempatan memilih.
Marka
yang mendengarnya lantas perlahan mengendurkan cengkramannya pada sang gadis,
membuatnya dengan mudah dilumpuhkan oleh Jeno seiring dengan Nora yang
melepaskan dirinya dari Marka.
“Tak
kusangka kau sejauh ini bertindak pangeran,” ujar Nora dengan lemah. “Kau tahu
bukan siapapun yang melakukan penghianatan di kerajaan ini harus dihukum mati
saat itu juga.” Sambungnya sembari mengambil alih pedang dari tangan Jeno, Nora
mengayunkan pedangnya ke arah Marka hingga membuat Pangeran dari Austin itu
terjatuh dan mati seketika.
Sedang
Key di ujung memperhatikan semuanya, ia masih tak menyangka akan begini
jadinya. Hingga dengan panik ia berlari menuju pintu keluar, namun sayang
sebuah belati menusuk punggungnya. Belati yang diarahkan Nora padanya,
membuatnya dalam keadaan yang tak kalah menggenaskan dengan sang kekasih diatas
sana.
Nora
dan Jeno saling bersitatap dengan senyum kecil di sudut bibir masing-masing
kemudian kembali menoleh pada para tamu undangan, “Maaf atas ketidaknyamanan
yang sudah kalian alami.” Nora membungkuk dengan tulus, kemudian pergi keluar
dari ruangan yang menurutnya memuakkan itu.
THE END
Azny Kim