Oleh: Aqidatul
Ainni
Santri identik dengan penampilan sederhana, dididik dengan banyak
ilmu agama dan berbagai kitab kuning dengan fokus utamanya. Patuh terhadap
peraturan pondok dan manut segala perintah pak yai atau ustadz dan
ustadzah. Bersedia mendapat ta’dzir (hukuman) dari pelanggaran yang di perbuat. Barokah dari sang guru
adalah harapan para santri saat ber-tholaabul ‘ilmi. Mau berapa lamapun
mondoknya, sepintar apapun orangnya, jika tak ada barokah dari sang guru, maka
sia-sialah ia dalam mencari ilmu.
Sementara mahasiswa adalah orang yang berpikir bebas, memiliki tingkat
intelektualitas yang tinggi dan berani mengkritik sesuatu yang membawa bangsa
ini menjadi jatuh. Mereka adalah orang-orang yang berpikir bahwa kemakmuran
bangsa di mulai dari bangku kuliah (anak bangsanya). Mereka mulai berperan
dalam masyarakat sebagai pembawa perubahan di dalamnya.
Berawal dari program kemenag dengan mengadakan program beasiswa
santri berprestasi (PBSB), membuka kesempatan bagi santri yang ingin
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dan mengasah
kemampuannya. Santri adalah orang yang memiliki wawasan agama (spiritual) yang
tinggi, sedangkan mahasiswa mempunyai kebebasan dalam berpikir tanpa
terkengkang dengan perasaan takut terhadap karma (norma santri yang harus patuh
terhadap kiyainya) jika keduanya dipadukan akan menghasilkan sesuatu yang
mengesankan dan merubah negara kita yang semakin turun saja nilai-nilai
moralnya.
Meskipun dalam sistem pembelajarannya, kedua memiliki cara-cara
tersendiki dan tidak bis adi satukan, namun bukan tidak mungkin keduanya daat
menjadi satu kesatuan yang selaras dan efekfif untuk negara indonesia menjadi
baik. Merombak tatanan pemerintahan, penggusur para pejabat kotor dan
mengindahkan panorama negeri tanpa mengubah hakikat dari bangsa ini sendiri.
Sistem pesantren yang agak sedikit mengekang, membuat santri taat
dan patuh kepada peraturan yang di buat. Memang dalam agama islam sendiri kita
di suruh menghormati orang yang lebih tua dari kita. Pesntren juga mengajarkan
pada snatrinya untuk sami’na wa ‘atho’na terhadap apa yang di sampaikan ustadz
atau pengajar. Tidak boleh melanggar, menentang bahkan membantah apa yang di
samapaikan atau jika tidak para santri yang melanggar akan kualat terhadap
perbuatannya.
Sebaliknya, dalam dunia mahasiswa, semuanya serba bebas, bukan
berarti bebas sebebas-bebasnya. Mahasiwa juga mempunyai etika tersendiri dan
peraturan-peraturan yang tercipta di lingkungan kampusnya. Bebas yang dimaksud
disini adalah dalam mengutarakan pikiran atau pendapat-pendapat sendiri dan
bebas mengekspresikan diri dalam segala hal (positif).
Upaya kemenag dalam menjembatani santri untuk meneruskan pendidikan
yang lebih formal di rasa membawa angin segar bagi negara kita yang mengalmi
kering dan panasnya musim panas. Perpaduan antara santri yang di bekali ilmu
agama dan spiritual yang mengakar serta menjadi mahasiswa yang bebas namun
terkontrol, di harap bisa merubah nasib bangsa yang memilukan kini.
Terlepas dari semua itu, kita sebagai generasi muda sekaligus penerus
bangsa harus sadar bahwa tiada lagi yang akan mengubah bangsa ini menjadi baik
kecuali kita. Menyatukan potensi-potensi anak bangsa dan menunjukkan taring
pada dunia, ini adalah indonesia yang sebenarnya. Indonesia yang kuat, ramah
dengan segala budayanya yang plural, penuh dengan nilai, etika yang
mengagumkan, menjadi negara yang rahmatal lil ‘alamin, di kagumi dan di
hormati oleh banyak negara. Kita bisa.....!!!
Penulis adalah santri asal Jetis Kapuan 01/05
Jati Kudus, alumni MA NU Assalam Tanjungkarang Jati Kudus. PBSB Angkatan 2014
Jurusan Tasawuf Psikoterapi UIN SGD Bandung.