Bandung-Dr. Nur Samad Kamba, pakar
Tasawuf fakultas Ushuluddin UIN SUnan Gunung Djati Bandung, menerangkan bahwa agama diturunkan untuk mengembalikan
kesucian. “Agama
diturunkan untuk membimbing seluruh manusia agar ketika menggadap Tuhan dalam
keadaan suci seperti pertama kali diturunkan di bumi,” tutur pendiri jurusan
Tasawuf Psikoterapi itu dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh
Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB), di Aula Utama kampus setempat, Rabu
(15/4) kemarin.
Menurut alumni Universitas Al-Azhar,
Kairo Mesir itu, pada dasarnya agama memiliki tiga aspek penting dalam membentuk karakter
manusia.
Pertama, transparasi
sepiritual. Iman seseorang akan mengalami disconnection (tidak ada hubungan
dengan Tuhan) jika tidak memiliki transparasi spiritual, dan akibatnya
seseorang suka menyalahkan satu sama lain.
Kedua, pemaknaan hidup. Seseorang yang
berperilaku sufistik memaknai yang paling baik akan keberadaanya, meskipun
dalam kondisi dan keadaan apapun, karena Tuhanlah yang menempatkan dirinya pada
keadaan seperti itu, dan dia tetap berusaha melakukan yang terbaik dalam
kehidupannya.
Ketiga, metode penyucian diri. Manusia pada dasarnya adalah suci
bersih tanpa dosa, kemudian diturunkan ke bumi berbuat khilaf dan dosa. Agama
diturunkan agar manusia kembali kepada satu titik yaitu Tuhan dalam keadaan
suci bersih.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Jalaluddin Rakhmat, juga salah
satu narasumber
mengatakan diri manusia terdapat dua sifat yang bertentangan.
“Dalam diri kita terdapat dua serigala, serigala jahat
dan serigala baik. Serigala jahat memiliki sifat kemarahan, iri, dengki,
sombong, ketakutan, dan dusta, sedangkan serigala baik bersifat kebahagiaan,
santun, cinta, kebaikan, dan impati. kita memiliki kebebasan untuk memilih
serigala tersebut tergantung mana yang kita beri makan,” ungkap pakar Tasawuf
modern itu yang kini menjadi anggota DPR RI.
Kang Jalal nama sapaannya, menjelaskan tentang bahaya
gelisah dapat merusak sistem otak. Apabila rasa takut, cemas, sedih, dan putus
asa, dominansi pada diri kita. Potensi kecerdasan, kebaikan,
toleransi akan hilang; suka menyalahkan, mudah marah, pada akhirnya dapat
merusak struktur otak secara permanen. “Dan setiap kita menuju kemarahan akan
menghilangkan 60 detik kebahagiaan,” tutur pengarang buku-buku tasawuf itu.
Sementara itu, dr. Taufiq Pasiak, ahli
kedokteran di bidang saraf otak memaparkan tentang Neurosains. Menurut dia
neurosains adalah ilmu yang mempelajari otak manusia dan fungsinya. Pada dasarnya ilmu tersebut sudah
ada pada buku-buku kuno karya Ibnu Sina dan Ibnu Rusy.
Dalam buku kuno tersebut sudah menjelaskan sistem otak
dan strukturnya, akan tetapi Ibnu Sina dan Ibnu Rus belum bisa menjelaskan
fungsi otak akhirnya dia memisahkan pengertian otak dan hati. Ilmu modern
menghabungkan otak dan hati karena keduanya memiliki satu organ yaitu being.
Dan konsep Neurosains dapat berkebang pesat karena bisa menjelaskan sistem otak mendeteksi kejujuran dan kebohongan,” papar dia.
Dalam dunia medis, lanjut dr.
Taufik Pasiak,
otak manusia memiliki dua bagian yaitu cortex dan sub cortex. Seseorang tidak bisa
merasakan cinta, kasih, nikmat dan bahagia ketika otak sub cotexnya rusak, seperti
yang di rasakan oleh penderita setrok, karena sifat tersebut terdapat di otak
sub cotex.
Selain itu, otak memiliki beberapa karakteristik. Dia membagi menjadi 4
karakteristik. Pertama bersifat subjektif. Kedua, sistem saraf otak bisa diubabah-ubah dengan
cara meditasi, doa, kebiasaan, dan Pengalaman hidup.
“Sesuai dengan sebuah riset yang pernah
dilakukan pada
1107 orang bahwa praktek spiritual dapat meningkatkan fungsi-fungsi otak
seperti; meningkatkan kesadaran, komunikasi, dan meningkatkan kreatifitas otak atau bisa disebut
dengan being,” tambah penulis buku Tuhan dalam Otak Manusia itu.
Ketiga, otak adalah satu-satunya pusat bahasa. Maka dari itu, antara doa khofi (tidak
terdengar) dan doa jahr (terdengar) lebih utama doa jahr karena
dengan suara, doa akan menggunakan terminologi dan bahasa. Keempat, setiap orang memiliki
pandangan yang berbeda. (M. Abdul Wasik/Zidni)