Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Sastra

Selawat Cinta

 Oleh : Ka Me La Langit malam kini bertengger manis menaungi bumi Al-wafa. Lantunan sholawat menggema memecah sunyi malam tak berbintang. Dan meskipun tanpa purnama, sendu warna langit setia menemani langkahku menuju aula pondok. Rutinitas kami sebagai santri Al-Wafa, mengadakan yasinan dan manaqiban setiap malam jum’at. Tak seperti malam biasanya. Aula penuh sesak hanya pada malam jum’at saja. Karena di akhir pengajian rutinan kami, selalu ada hidangan gratis yang menunggu untuk di perebutkan oleh para santri. Maklumlah, hidup sebagai santri tak semudah meng-i’rob kalimat dalam bahasa Arab.   Sudah banyak santri yang datang. Bahkan saking banyaknya, tempat duduk sampai ke shaf paling belakang, melewati hijab kuning cerah yang memisahkan antara tempat santri laki-laki, dan santri perempuan. Dengan terpaksa, namun sedikit bahagia, akhirnya aku duduk di shaf belakang. Meski akhirnya, tak ada hijab yang menghalangi antara aku, dan barisan santri perempuan yang duduk berjejer denga

Senja di Ujung Permataku

Oleh: Zakia Permataku…. Engkau begitu sempurna di mataku, Cahaya sinarmu yang begitu terang , seakan menerangi kegelapanku. Tidak ada yang bisa mengalahkan sinarmu,,, Cahayamu yang begitu indah, terpancar di   mataku saat memandang Mu.. Di saat gemuruh datang menyapa, dunia ini seakan di penuhi dengan cahayaMu, seakan- akan dunia seutuhnya miliknya.. Tapi cahaya itu perlahan mulai menghilang, tanpa arah dan tujuan…   Cahaya mu yang selama   ini bersamaku, kini perlahan mulai hilang di hidupku Dimanakah sesungguh nya kamu berada ?? Begitu tega kamu meninggalkan perhiasanMu,,, Dimanakah aku harus mencarimu??? Aku bagaikan perhiasan senja tanpa cahaya, Karena sebuah perhiasan tidak akan   lengkap tanpa adanya   permatanya   sebagai penyempurna keindahan yang di miliki nya… Mungkinkah kamu telah menghilang untuk selamanya, ataukah kamu sudah mendapatkan tempat yang baru , sehingga   melupakan kehidupan yang lama , meskipun tempat itu tidak member

KEKASIH YANG DIRINDUKAN

Oleh Murniati Djufri Fajar Siddiq Itu Telah Datang Menerangi Kegelapan Dunia Yang Kelam Meggetarkan Hati Setiap Insan Bersama Kebenaran Yang Hakiki             Paras Nan Elok Rupawan             Bumi tunduk kepadamu             Hewan menghormatimu             Seluruh penduduk langit dan bumi bersalawat kepadamu Kini Rembulan Itu Telah Terbenam Namun Cahaya Kasihnya Tetap Abadi Kebenaran itu akan Kokoh Selamanya Dalam Pengawasan sang ILAHI RABBI             Sungguh, Gerakanmu ibadah             Ucapanmu DOA             Pengorbananmu kau taburkan             Butiran-butiran pasir saksinya Tiada nama yang pantas bersanding dengan-NYA Selain nama yang tertulis pada sebuah prasasti Di atas tiang-tiang penyangga Arsy ,, Dialah Muhammad ..             Sang kekasih Allah..             Penjulang panji kebenaran             Terukir namanya dalam Al-Qur’an

SANG PELITA

Sang Pelita Bangsa kami menyebutmu Matahari Bangsa Arab menyebutmu As-Syamsi Bangsa India mengenalmu Sang Surya Bangsa Mesir mengenalmu Amon Ra Sang Pelita Engkau bergerak dalam tetap Planet-planet bergerak dalam menghadap Besar kecil bersama menari-nari Langkah teratur dan tak teratur tetap saja mengelilingi Sang Pelita Cahayamu menyentuh bumi, menyentuh Indonesia, Arab, India, Jepang, China, Eropa, Amerika, Australia, Afrika Cahayamu menyentuh Masjid, Klenteng, Kuil, Candi, Vihara, Greja Cahayamu menyentuh Melayu, Arab, Negro, Mongoloid, Arya, Dravida Sang Pelita Cahaya terangmu menerangi Nusantara, namun Amerika tetap gelap gulita Cahaya terangmu menerangi yang kau beri cahaya, dan kau biarkan gelap gulita pada sebagianya Hingga cahaya terangmu-pun akan menyentuh mereka juga Yang kau beri cahaya tak-kan ada yang bisa menggelapkan Yang kao biarkan gelap tak-kan ada yang bisa menerangkan Itulah perputaran Bumi, yang kau atur dengan g

Kenyataan Diri

Oleh:Moh. Fathurrohman Aku begitu gagah berdiri diatas bumi Berbuat dan berkata sesuka hati Tak jarang orang lain aku sakiti Tanpa harus aku sadari dan sesali Adu domba membuatku bangga Memalsukan harapan sudah   jadi kebiasaan Berkhianat ku jalani dengan hikmat dan nikmat Menipu bagaikan tugas utamaku Mencaci maki terus saja ku tapaki Harus aku sebut apa diriku ini? Mungkinkah aku hewan yang rupawan Atau mungkin kera yang budiman Apa mungkin juga tumbuhan yang berperasaan Tapi..... Bukankah aku ini manusia Yang senantiasa memiliki pikir dan rasa Menyatu dalam jiwa pesona Hingga harus melahirkan akhlak mulia Bagaimana denganku ini? Sudahkah aku menjadi manusia? Atau hanya sebatas nama belaka. (Zidni)

Puisi Untuk Ibu: Sang Maestro Sejati

Oleh: Moh. Fathurrohman El-Hamid (Koord. P3M CSS MoRA UIN SGD Bandung) Benar katamu kau tak akan berdusta Jelas parasmu tak begitu menawan Sayup matamu gambarkan kesetiaan Telapak kakimu ibaratkan kebahagiaan Langkah hatimu tunjukkan cahaya ketenangan Ibu, Namamu kini telah tersebar dalam peradaban dunia Jasamu kini merebak bagaikan air hujan yang teduhkan kekeringan Jiwamu telah bersemayam dalam buaian kasih sayang Sungguh bila cinta tak terbalas Ingin rasanya cinta berbalas Namun cinta selalu sementara Tiada arti bila dalam kata-kata semata Ibu, Engkaulah sang maestro cinta haqiqi Guru kasih sayang dengan seribu arti Perawat moral penakhluk api  Bila raga telah sirna Benih-benih jiwa kan merasuk dalam cinta Seolah dunia tak bisa bernafas Tanpa kehadiran cinta yang kau bawa Oh, sang maestro sejati pancaran dunia Pelukan hangatmu mampu selimuti peradaban dengan cinta Bandung, 21 Desember 2014 (Kyle)