Oleh: Alfiyah Laila Afiyatin
Akan
ditetapkannya 1 Muharram sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden Jokowi,
dewasa ini menjadi percakapan panas di muka publik, segera tercipta gerakan
seribu kicauan pendapat dari kalangan pesantren khususnya, dan umumnya dari
luar dunia pesantren.
Identitas
ulama’ dan santri dari awal kaki berjuang merebut kemerdekaan hingga saat pada
lezatnya menikmati kemerdekaan tidaklah diabaikan, merekalah yang mensport
rakyat Indonesia yang pada saat itu harga dirinya terinjak dan dianggap sebagai
Inlander ( bangsa rendahan), dari dorongan dan kekuatan syahidlah rakyat
Indonesia berani melakukan perlawanan.
Cuplikan diatas tidaklah asing, posisi santri memang dijunjung tinggi di Indonesia. Peringatan hari santri Nasional yang bertepatan pada tanggal 1 Muharrom memanglah ada manfaat dan madhorotnya. Dari PBNU meminta 22 Oktober sebagai hari Santri yang bertepatan pada peringatan Resolusi Jihad, tapi kalau sudah ditetapkan dan disetujui oleh berbagai pihak, yang penting tidak merugikan, Why Not ???
Cuplikan diatas tidaklah asing, posisi santri memang dijunjung tinggi di Indonesia. Peringatan hari santri Nasional yang bertepatan pada tanggal 1 Muharrom memanglah ada manfaat dan madhorotnya. Dari PBNU meminta 22 Oktober sebagai hari Santri yang bertepatan pada peringatan Resolusi Jihad, tapi kalau sudah ditetapkan dan disetujui oleh berbagai pihak, yang penting tidak merugikan, Why Not ???
Namun, dalam
membahas jasa para pejuang dan pahlawan di Indonesia tidak hanya terpaten pada
santri, meskipun pahlawan dan para pejuang mayoritas Islam. Disini. Akan
diambil dua point. Yang pertama, pahlawan dari Indonesia memang mayoritas
Islam, tapi Islam mereka tidak berarti santri. Jika yang terlibat dalam hal
diatas hanya dinisbatkan kepada santri, maka pahlawan yang non santri
terabaikan. Kedua, pada tanggal 1 Muharrom dalam Islam telah dijelaskan sebagai
hari dimana Nabi hijrah, jika saat itu digariskan sebagai hari santri , secara
tidak langsung mengambil posisi sejarah Nabi Muhammad.
Kembali mengetahui dan memahami berbagai arah. Sebelum ditetapkan hari
santri tersebut, seharusnya Jokowi sound kepada kyai-kyai sepuh yang benar-benar
faham mengenai santri , mengingat bahwa kyai di Indonesia tidak hanya 1 atau
dua. Kemudian membaca secara mendalam dam memahami sekaligus tentang sejarah
santri di indonesia dan risalah tentang 1 Muharrom.
Penulis adalah santri alumni Pondok Pesantren Fathul
Hidayah Pangean-Maduran-Lamongan. PBSB Angkatan 2014 Jurusan Tasawuf
Psikoterapi UIN SGD Bandung.