Bogor – Kementerian Agama melalui Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren melakukan pembahasan inisiatif penetapan Hari Santri. Inisiatif yang sempat muncul pada pertengahan tahun 2014 ini dimatangkan kembali melalui focus group discussion (FGD) yang diikuti oleh para pengasuh dan pimpinan pondok pesantren.
“Inisiasi untuk melaksanakan FGD ini sangat strategis mengingat peran fundamental yang dimainkan pesantren dalam mencerdaskan bangsa, bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka,” kata Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin saat memberikan sambutan sekaligus membuka Focus Group Discussion Pendidik dan Kependidikan Keagamaan dengan tema “Hari Santri (dalam) Perspektif Lembaga Keagamaan”, Bogor, Rabu malam, 22 April 2015.
Hadir dalam kesempatan ini, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Mohsen, Kasubdit Pendidikan Pesantren Ainur Rofik, Kasubdit Pendidikan Diniyah Ahmad Zayadi, dan pimpinan pondok pesantren.
Menurut Kamaruddin Amin, upaya untuk menjadikan Hari Santri sebagai hari nasional merupakan sebuah upaya untuk meneguhkan bahwa kontribusi santri dan pesantren selama ini di Indonesia memang layak mendapatkan apresiasi monumental dari bangsa. Terlebih, lanjut Kamaruddin, Indonesia bisa seperti sekarang ini, eksis dan damai, tidak terlepas dari kontribusi fundamental pesantren.
Sebelumnya, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Mohsen dalam laporannya menyampaikan bahwa inisiasi Hari Santri merupakan langkah strategi suntuk mendukung kebijakan penguatan kesetaraan, baik pesantren maupun madrasah diniyah yang sedang digalakkan. Kebijakan kesetaraan itu meliputi kesetaraan regulasi, program, dan kesetraan anggaran.
Menurut Mohsen, terkait inisiasi Hari Santri ini, setidaknya ada tiga hal pokok yang perlu dirumuskan: pertama, perlunya rasionalisasi dan sejumlah alasan, baik menyangkut aspek historis, sosio politik, maupun sosial keagamaan yang meyakinkan bahwa Hari Santri itu penting.
Kedua, waktu yang paling tepat untuk ditentukan sebagai hari santri, tanggal dan bulan apa? “Apakah ide ini masih relevan atau tidak, ini yang akan kita bahas bersama,” jelas Mohsen.
Ketiga, mengenai penamaan Hari Santri. Apakah Hari Santri saja atau Hari Santri Nusantara, atau apa saja sesuai dengan alasan yang berkembang.
FGD ini diikuti oleh 90 orang terdiri dari beberapa unsur dari Pimpinan Lembaga Keagamaan dan Pesantren, Ormas, dan akademisi. FGD ini juga akan menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain: Dirjen Pendidikan Islam, Ketum PBNU, Ketum PP Muhammadiyah, MUI, serta Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Kementerian Setneg RI. (us/saif)
Sumber: http://www.santrinews.com/Akhbar/Nasional/3288/Kemenag-Bahas-Wacana-Hari-Santri
“Inisiasi untuk melaksanakan FGD ini sangat strategis mengingat peran fundamental yang dimainkan pesantren dalam mencerdaskan bangsa, bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka,” kata Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin saat memberikan sambutan sekaligus membuka Focus Group Discussion Pendidik dan Kependidikan Keagamaan dengan tema “Hari Santri (dalam) Perspektif Lembaga Keagamaan”, Bogor, Rabu malam, 22 April 2015.
Hadir dalam kesempatan ini, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Mohsen, Kasubdit Pendidikan Pesantren Ainur Rofik, Kasubdit Pendidikan Diniyah Ahmad Zayadi, dan pimpinan pondok pesantren.
Menurut Kamaruddin Amin, upaya untuk menjadikan Hari Santri sebagai hari nasional merupakan sebuah upaya untuk meneguhkan bahwa kontribusi santri dan pesantren selama ini di Indonesia memang layak mendapatkan apresiasi monumental dari bangsa. Terlebih, lanjut Kamaruddin, Indonesia bisa seperti sekarang ini, eksis dan damai, tidak terlepas dari kontribusi fundamental pesantren.
Sebelumnya, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Mohsen dalam laporannya menyampaikan bahwa inisiasi Hari Santri merupakan langkah strategi suntuk mendukung kebijakan penguatan kesetaraan, baik pesantren maupun madrasah diniyah yang sedang digalakkan. Kebijakan kesetaraan itu meliputi kesetaraan regulasi, program, dan kesetraan anggaran.
Menurut Mohsen, terkait inisiasi Hari Santri ini, setidaknya ada tiga hal pokok yang perlu dirumuskan: pertama, perlunya rasionalisasi dan sejumlah alasan, baik menyangkut aspek historis, sosio politik, maupun sosial keagamaan yang meyakinkan bahwa Hari Santri itu penting.
Kedua, waktu yang paling tepat untuk ditentukan sebagai hari santri, tanggal dan bulan apa? “Apakah ide ini masih relevan atau tidak, ini yang akan kita bahas bersama,” jelas Mohsen.
Ketiga, mengenai penamaan Hari Santri. Apakah Hari Santri saja atau Hari Santri Nusantara, atau apa saja sesuai dengan alasan yang berkembang.
FGD ini diikuti oleh 90 orang terdiri dari beberapa unsur dari Pimpinan Lembaga Keagamaan dan Pesantren, Ormas, dan akademisi. FGD ini juga akan menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain: Dirjen Pendidikan Islam, Ketum PBNU, Ketum PP Muhammadiyah, MUI, serta Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Kementerian Setneg RI. (us/saif)
Sumber: http://www.santrinews.com/Akhbar/Nasional/3288/Kemenag-Bahas-Wacana-Hari-Santri
Komentar