Langsung ke konten utama

Hukum Membaca Al-Qur’an Lewat Mushaf Ketika Shalat

Pernah suatu ketika di masa liburan saya di Jakarta, saya shalat berjama’ah di salah satu masjid yang ada di perumahan Jakarta, pada saat itu ada pemandangan asing yang belum pernah saya lihat seumur hidup saya, yaitu sang Imam membaca surah sambil melihat kepada mushaf Al-Qur’an, akhirnya timbul keinginan di hati saya untuk mengetahui apa "hukumnya membaca dari mushaf Al-Qur’an ketika shalat".

Menurut rangkuman yang saya tulis berdasarkan referensi dari kitab Fatawa Syabakah Al-Islamiyah, ada 5 dari sekian banyak fatwa yang saya ambil, berkaitan mengenai masalah tersebut antara lain :

1.     Tidak masalah bagi orang yang ingin mengkhatamkan Al-Qur’an untuk membacanya dalam keadaan shalat dan di selain shalat

Pertanyaan:    

“Saya mencoba untuk mengkhatamkan Al-Qur’an, pertanyaanya apakah saya boleh untuk membaca Al-Qur’an dari mushaf di dalam keadaan shalat Qiyamul Lail? Pertanyaan kedua apakah boleh saya menghadiahkan pengkhataman Al-Qur’an ini untuk kedua orang tua saya?.”

Fatwa:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعد:

فقل الجواب نريد أن ننبه أولا إلى أنه قد سبق بيان جواز ‌القراءة ‌من ‌المصحف ‌في ‌الصلاة وأقوال أهل العلم فيها، وبإمكانك أن تطلع عليها في الفتوى رقم: 200

Sebelumnya kami ingin menerangkan bahwasannya oleh membaca Al-Qur’an dari mushaf dalam keadaan shalat, hal ini juga dipersetujui oleh beberapa pendapat dari ahli ilmu.

Dan bagi siapapun yang ingin mengkhatamkan Al-Qur’an, maka ia boleh untuk membacanya lewat bacaan shalat maupun diluar bacaan shalat, baik (membacanya) dari mushaf ataupun dari hafalannya, dan hendaknya ia mempertimbangkan untuk menjamin menghatamkannya setiap bulan, atau tidak usah menjaminnya. Karena semua ini luas (dalam penjaminan) selama pengkhataman Al-Qur’an ini merupakan sesuatu yang dilakukan secara sukarelawan, dan bukan hal yang bersifat Nadzar yang wajib dilakukan.

Dan baginya boleh menghadiahkan pahala tilawahnya untuk orang tuanya, dan untuk siapapun yang ia kehendaki dari kalangan muslim. Hal ini berdasarkan pendapat yang rajih dan beberapa pendapat dari ahli ilmu.

2.     Tempat yang pantas untuk meletakkan mushaf Al-Qur’an

Pertanyaan:

“Saya bukan penghafal Al-Qur’an, tetapi saya suka membacanya di pertengahan shalat saya, akan tetapi banyak yang mengatakan bahwasannya sujud sambil memegang mushaf itu haram, maka bagaimana caranya saya shalat sementara saya menggenggam mushaf?.”

Fatwa:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد

فتجوز ‌القراءة ‌من ‌المصحف ‌في ‌الصلاة على الراجح من أقوال أهل العلم

Diperbolehkan membaca lewat mushaf dalam keadaan shalat, hal berdasarkan pendapat yang rajih dari beberapa pendapatnya ahli ilmu.

ومن قرأ في صلاته بالمصحف فعند ركوعه وسجوده يضع المصحف على رفٍ أو حاملٍ ونحوه يكون بجوار المصلي بما يليق بالمصحف من التعظيم والتنزيه

Dan bagi orang yang dalam shalat (memegang mushaf) untuk membaca darinya maka hendaknya ia meletakan mushaf diatas (papan) rak atau keranjang dan sejenisnya yang ada di dekat orang yang shalat ketika ia hendak ruku’ atau sujud, sesuai dengan tempat yang pantas untuk menta’dzhimkan dan menyucikan Al-Qur’an.

Imam An-Nawawi berpendapat: “Ummat bersepakat hukumnya wajib untuk mengagungkan, menyucikan, dan menjaga Al-Qur’an secara mutlak.” Maka tidaklah pantas bagi orang yang shalat untuk melatakkan Al-Qur’an ditangannya dan sujud diatasnya, dan tidaklah pantas bagi orang yang shalat dan selain orang yang shalat meletakkan mushaf diatas tanah.       

3.     Kebolehan membaca Al-Qur’an lewat mushaf dalam keadaan mengerjakan shalat wajib

Pertanyaan:

“Assalamu’alaikum....

Apakah boleh membaca mushaf dalam keadaan shalat wajib, atau hanya boleh pada shalat sunnah saja, sementara tangan orang yang shalat sambil memegang mushaf dan membaca dari mushaf itu? Dan apakah ketika orang yang shalat ketika membalik halaman mushaf merupakan perbuatan makruh, disebabkan karena ia ingin mencari surah-surah atau ayat tertentu, atau ingin menyempurnakan bacaanya? Dan apakah boleh mengulang bacaan yang sama di ke-2 rakaat pada satu shalat yang sama?

Jazakumullah, Wassalamu’alaikum....”

Fatwa:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد

فإنه يجوز للمصلي أن يقرأ من المصحف في النافلة وكذا المكتوبة على القول الراجح كما هو مبين في الفتوى رقم: 1781

ولا حرج في تكرار سور معينة في كل ركعة كما هو مبين في الفتوى رقم: 12118

Sesungguhnya orang yang shalat boleh untuk membaca sambil melihat kepada mushaf baik pada shalat-shalat yang wajib ataupun yang sunnah, pernyataan ini berdasarkan pendapat yang rajih. Dan tidak masalah jika di dalam shalat mengulang-ulang surah-surah tertentu di setiap raka’at.

Adapun bila dinisbatkan ketika membuka mushaf dan membolak-balik lembaran-lembarannya maka tidak ada pelarangan baginya, apalagi bila tidak menimbulkan kesibukan baginya untuk khusyu’ dan mentadabburi apa yang dibacanya, sedangkan yang lebih utama hendaknya ia meletakannya di bagian depannya, karena ketika membawanya hal itu termasuk ‘illat yang dapat merusak ke-sahan shalat yang disandarkan kepada pengikut Madzhab Hanafi.

Syekh Muhammad bin Muhammad Al-Babarti mengatakan: “menurut Imam Abu Hanifah, memegang mushaf, melihatnya, membedakan huruf demi huruf, dan membolak-balikan lembarannya termasuk dalam banyaknya gerakan di luar gerakan shalat dan sudah tentu dapat membatalkan shalat.

أما إن حمله وأراد السجود فيستحب أن يضعه على مرتفع بجانبه فإن لم يتيسر فلا مانع من وضعه أمامه لأن ذلك ليس من الامتهان

Adapun ketika ia membawanya dan hendak ingin bersujud, maka lebih baik ia meletakannya diatas tempat yang tinggi yang ada disampingnya, dan bila menyulitkan baginya, maka tidak masalah untuk meletakannya di depannya.

4.     Membaca lewat mushaf di pertengahan shalat merupakan perkara khilaful aula

Pertanyaan:

Apakah boleh membaca dari mushaf ketika sedang melaksanakan shalat wajib ataupun sunnah? Dan apakah boleh menggabungkan bacaan yang dibaca lewat mushaf dan bacaan yang dibaca lewat mendengarkan rekorder lalu mengikutinya di pertengahan shalat yang wajib dan sunnah ?

Fatwa:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد

Sesungguhnya orang yang shalat boleh membaca bacaan surah sambil melihat mushaf, baik pada shalat yang wajib dan sunnah.

Kebolehan ini berdasarkan pendapat Madzhab Syafi’i dan pendapat mu’tamad dari Madzhab Ahmad, sedangkan Madzhab Maliki berbendapat hukumnya makruh, dan dalil dari pendapat yang memperbolehkannya:

ما رواه البيهقي عن -عائشة رضي الله عنها- أنها كان يُؤَمَّها غلامُها ذكوان من المصحف في رمضان

“Diriwayatkan oleh Imam Bayhaqi, dari sayyidah ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, bahwa dzakwan (budak) menjadi Imam baginya sambil membaca mushaf pada bulan Ramadhan.”

Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat bahwasannya membaca dari mushaf ketika shalat dapat membatalkan shalat, kecuali apabila ia hafal lalu kemudian membaca lewat mushaf tanpa memegangnya ketika shalat.

ولهذا نقول: الأولى ترك ذلك في الصلاة المكتوبة

Oleh karena demikian, kami berpendapat: “yang lebih utama ialah meninggalkannya (membaca lewat mushaf) pada shalat yang wajib, untuk menghindar dari perkara khilaf, menjaga kesunnahan shalat, seperti memandang kearah tempat sujud, dan untuk menghindari perkara yang menimbulkan kesibukan dalam shalat, seperti melihat ke mushaf, dan membolak-balik lembarannya.

Imam Abu Hanifah berpendapat batal karena 2 alasan:

1.     Membaca lewat mushaf termasuk banyaknya gerakan dalam shalat.

2.     Talaqqi lewat mushaf itu sama saja dengan bertalaqqi lewat guru.

Dan jika membaca lewat mushaf saja menjadi khilaf di kalangan Ahli Ilmu, maka tidak diragukan lagi bagi ulama yang berpendapat batal, bahwasannya jika ikut menggabungkan dengan mendengarkannya (lewat recorder) lebih kuat pengaruhnya dalam membatalkan shalat. Ditambah lagi dengan fakta bahwasannya Al-Qur’an itu dibaca untuk ditadabburi, maka sudah pasti orang yang sibuk membaca lewat mushaf dan mendengarkannya (lewat recorder) menjadi sulit untuk mentadabburinya pada satu waktu yang sama.

Maka kesimpulannya: menghindari membaca dari mushaf ketika shalat itu sangat dianjurkan, dan sangat ditekankan (untuk dihindari) pada shalat wajib, dikarenakan pada asalnya, orang yang shalat tidak dituntut untuk membaca surah yang panjang, maka cukup dengan membaca surah Al-Fatihah dan surah yang memudahkan saja baginya.

5.     Hukum melihat kepada terjemahan makna ayat-ayat Al-Qur’an di pertengahan shalat

Pertanyaan:

“Di pertengahan shalat Qiyamul Lail, kemudian ia membaca makna terjemahan ayat dari mushaf tersebut, maka apakah boleh melihat makna terjemahan ayat yang ada dibagian samping mushaf sekalipun hal tersebut tidak mempengaruhi bacaan ayatnya ataupun ke-khusyu’an shalat nya?”

Fatwa:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد

Melihat kepada mushaf ketika shalat itu masih dibolehkan oleh beberapa ulama.

أما بخصوص النظر في معاني الآيات في الصلاة، فلا ينبغي

Adapun ketika di khusukan masalahnya yaitu melihat kepada makna terjemahan ayat ketika shalat, maka hal itu tidak diperkenankan, karena hal tersebut dapat menimbulkan ketidak khusyu’an dalam shalat, dan diketahui bahwasannya segala hal yang dapat membuat seseorang menjadi tidak khusyu’ dalam shalatnya merupakan perkara makruh yang tingkat kemakruhannya paling rendah. Dan karena demikian para ahli ilmu memakruhkan untuk menghiasi masjid (secara berlebihan) karena dapat mengganggu orang yang shalat.

Dalam kitab Mawahibul Jalil dinukil dari pendapatnya Imam Malik: “Dimakruhkan untuk menghiasi kiblat, karena hal tersebut dapat membuat manusia menjadi sibuk dalam shalatnya”.

Maka yang ingin kami beritahukan kepada penanya: “Hendaknya membaca tafsir ayat sebelum memulai shalat, dan adapun ketika menggabungkan antara bacaan, terjemahan makna ayat, sekaligus kekhusyu’an, maka itu jauh sekali, karena bagaimana mungkin seseorang dapat menggabungkan antara bacaan ayat, diikuti dengan terjemahan makna-nya yang tertulis sekaligus menjaga ke-khusyu’annya dalam shalat.”

Kesimpulan Ikhtilaf Dari 4 Madzhab

1.     Madzhab Imam Abu Hanifah

Syekh Utsman dari kalangan Madzhab Hanafi menjelaskan bahwa melafalkan bacaan shalat sambil melihat mushaf terjadi beberapa perbedaan pendapat, ada yang mengatakan batal dan itu murni dari pendapatnya Imam Abu Hanifah,  dan ada juga yang mengatakan makruh tidak sampai batal berdasarkan pendapat Syaikh Abu Yusuf, beliau juga dari kalangan madzhab Hanafi:

(وقِراءَتُهُ مِن مُصْحَفٍ) يَعْنِي تَفْسُدُ الصَّلاةُ. وهَذا عِنْدَ أبِي حَنِيفَةَ وقالَ أبُو يُوسُفَ ومُحَمَّدٌ تُكْرَهُ ولا تَفْسُدُ صَلاتُهُ لِما رُوِيَ عَنْ ذَكْوانَ مَوْلى عائِشَةَ - أنَّهُ كانَ يَؤُمُّها فِي شَهْرِ رَمَضانَ وكانَ يَقْرَأُ مِن المُصْحَفِ

“(Membaca bacaan sholat dengan melihat mushaf) maksudnya, diantara batalnya sholat adalah membaca bacaan sholat dengan cara melihat mushaf, dan ini pendapat Imam Abu Hanifah. Syaikh Abu Yusuf dan Syaikh Muhammad berkata: dimakruhkan dan tidak sampai membatalkan sholat, karena ada sebuah riwayat dari Dzakwan budah sahaya siti Aisyah radiyallahu ‘anhuma bahwa siti Aisyah sholat berjama’ah dengannya sebagai makmum di bulan Romadhon, dan Dzakwan membaca bacaan sholat dengan cara melihat mushaf.

Kata Imam Muhammad Al-Babarti, dikutip dari pendapat Imam Abu Hanifah

قال محمد البابرتي في شرح الهداية: " ولِأبِي حَنِيفَةَ  - أنَّ حَمْلَ المُصْحَفِ والنَّظَرَ فِيهِ وتَقْلِيبَ الأوْراقِ عَمَلٌ كَثِيرٌ، ولِأنَّهُ تَلَقُّنٌ مِن المُصْحَفِ فَصارَ كَما إذا تَلَقَّنَ مِن غَيْرِهِ، وعَلى هَذا لا فَرْقَ بَيْنَ المَوْضُوعِ والمَحْمُولِ

“Berdasarkan pendapat Imam Abu Hanifah – membawa mushaf, melihatnya, dan membolak-balik lembaran-lembarannya termasuk banyaknya gerakan dalam shalat, dan karenanya Talqin dari mushaf itu sama halnya dengan talqin dari selain mushaf, maka tidak ada bedanya baik meletakan (mushaf didepannya) ataupun membawanya (menggenggam di tangannya)”.

Jadi kesimpulannya, Madzhab Abu Hanifah MELARANG shalat sambil melihat ke mushaf, dan menghukuminya sebagai perkara yang dapat membatalkan shalat.

2.     Madzhab Imam Malik

Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Alais, beliau merupakan salah satu pengikut Madzhab Maliki dalam kitab Manhul Jalil Syarah Mukhtasor al-Kholil menjelaskan bahwa makruh hukumnya melihat bacaan mushaf ketika sholat, baik sholat Fardhu maupun sholat Sunnah. Syaikh Alais mengatakan:

(و) كُرِهَ (نَظَرٌ بِمُصْحَفٍ) أيْ قِراءَةٌ فِيهِ (فِي) صَلاةِ (فَرْضٍ) سَواءٌ كانَتْ فِي أوَّلِهِ أوْ فِي أثْنائِهِ (أوْ) فِي (أثْناءِ نَفْلٍ) لِكَثْرَةِ اشْتِغالِهِ بِهِ

“Dimakruhkan melihat bacaan dari mushaf dalam sholat Fardhu, baik melihat di awal sholat maupun pertengahan sholat, atau juga di pertengahan sunnah, karena banyaknya pekerjaan dengan cara melihat mushaf”.”

Jadi kesimpulannya, Madzhab Maliki menghukumi MAKRUH bagi orang yang shalat sambil melihat ke mushaf baik itu shalat fardhu ataupun sunnah.

3.     Madzhab Imam Syafi’i

Menurut Abū Zakariyyā Yaḥyā ibn Sharaf al -Nawawī atau yang bisa dikenal dengan Imam Nawawi dari kalangan madzhab Syafi’i

لَوْ قَرَأ القُرْآنَ مِن المُصْحَفِ لَمْ تَبْطُلْ صَلاتُهُ سَواءٌ كانَ يَحْفَظُهُ أمْ لا بَلْ يَجِبُ عَلَيْهِ ذَلِكَ إذا لَمْ يَحْفَظْ الفاتِحَةَ كَما سَبَقَ ولَوْ قَلَّبَ أوْراقَهُ أحْيانًا فِي صَلاتِهِ لَمْ تَبْطُلْ ولَوْ نَظَرَ فِي مَكْتُوبٍ غَيْرِ القُرْآنِ ورَدَّدَ ما فِيهِ فِي نَفْسِهِ لَمْ تَبْطُلْ صَلاتُهُ وإنْ طالَ لَكِنْ يُكْرَهُ نَصَّ عَلَيْهِ الشّافِعِيُّ فِي الإمْلاءِ

“Jika membaca Al-Qur’an dengan melihat mushaf, maka sholatnya tidak batal, baik hafal atau tidak. Bahkan menjadi wajib melihat mushaf apabila tidak hafal surah Al-Fatihah sebagaimana penjelasan sebelumnya. Begitupun tidak batal apabila sampai membolak-balik Al-Qur’an di waktu-waktu tertentu. Juga tidak batal bagi orang sholat yang melihat catatan-catatan lain selain Al-Qur’an dan diulang-ulang isinya dalam hati meski lama, akan tetapi hukumnya makruh. Demikian penjelasan Imam as-Syafi’I dalam kitab al-Imla’ ”.

Jadi kesimpulannya, Madzhab Syafi’i MEMBOLEHKAN orang yang shalat sambil melihat ke mushaf, bahkan mewajibkannya bila orang tersebut belum hafal surah Al-Fatihah.

4.     Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal

Syaikh Muhammad Sulaiman dari kalangan Madzhab Hanbali dalam kitab at-Ta’liq ala al-Iddah Syarh al-Umdah mengatakan:

يجوز للمنفرد والمنفردة أن يقرأ من المصحف، ويجوز للإمام أن يقرأ من المصحف؛ لما ثبت أن ذكوان مولى عائشة كان يصلي بها من المصحف في النافلة في قيام الليل فتصلي خلفه، لكن الأولى أن يقرأ من الذاكرة حتى يكثر الحفظة، هذا هو الأولى، ولا يجوز للمأموم أن يفتح المصحف ليتابع الإمام، هذا لا يجوز؛ لأن فتوى علمائنا أن المأموم مأمور بوضع اليمنى على اليسرى وإذا أمسك المصحف يخل بهذا الشرط.

“Boleh bagi orang sholat munfarid (sendiri), baik laki-laki maupun perempuan membaca Al-Qur’an dengan cara melihat mushaf. Juga boleh bagi imam membaca Al-Qur’an dengan melihat mushaf, berdasarkan Hadits yang telah ditetapkan, bahwasannya dzakwan (budak) melaksanakan shalat sunnah Qiyamul Lail bersama sayyidah ‘Aisyah, dan beliau shalat sambil melihat mushaf, maka kemudian Sayyidah ‘Aisyah ikut shalat dibelakangnya, akan tetapi yang lebih utama ialah membaca berdasarkan hafalannya supaya hafalannya menjadi banyak, dan ma’mum tidak boleh membuka mushaf untuk mengikuti Imam, karena berdasarkan fatwa Ulama-Ulama kita bahwasannya ma’mum diperintahkan untuk meletakan tangan kanan-nya diatas tangan kiri-nya, maka apabila ma’mum memegang mushaf hal ini menyalahi syarat dari Ulama kita.”

Jadi kesimpulannya, Madzhab Hambali MEMBOLEHKAN Imam dan orang yang shalat sendiri untuk shalat sambil melihat mushaf, tapi MELARANGNYA untuk seorang makmum.

Hukum membaca Al-Qur’an via Handphone ketika shalat

Berlanjut dari masalah diatas, jelas sekali dalam khazanah fikih klasik, tidak akan ditemukan jawaban secara langsung atas persoalan ini. Karena ini merupakan persoalan yang tergolong baru. Untuk itu kita mesti mencari cantolannya dalam khazanah fikih klasik.

Sepanjang pembahasan diatas, kita mendapati Ikhtilaf dalam kebolehan shalat sambil melihat mushaf, maka jika cenderung untuk mengikuti pendapat yang membolehkan, membaca Al-Qur`an dalam shalat melalui HP di-ilhaq-kan dengan kebolehan membaca Al-Qur`an melalui mushaf dalam shalat. Sekalipun HP yang di dalamnya terdapat aplikasi Al-Qur`an itu bukanlah mushaf, tetapi keduanya baik mushaf maupun HP adalah sama-sama wasilah untuk beribadah. Sedangkan wasilah itu bukanlah ibadah itu sendiri.

Meskipun kita mengetahui bahwasannya ketika HP dibuka tidak langsung tampak mushaf-nya, dan mesti dicari terlebih dahulu aplikasinya, dan kemungkinan dalam mencari aplikasinya terjadi banyak gerakan yang dapat membatalkan shalat, tapi hal ini ditepis oleh pendapat Muhammad Khathib Asy-Syarbini dalam kitab Mughnil Muhtaj

وَالْقَلِيلُ من الْفِعْلِ اَلَّذِي يُبْطِلُ كَثِيرُهُ إذَا تَعَمَّدَهُ بِلَا حَاجَةٍ مَكْرُوهٌ

Gerakan yang sedikit -di mana gerakan yang banyak dapat membatalkan shalat- ketika dilakukan dengan sengaja tanpa ada kebutuhan adalah makruh.


والله أعلم

Fahrul Rozi (CSSMoRA UIN Sunan Gunung Djati Bandung Angkatan 2022)
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk, Cari Tahu Perbedaan Psikoterapi Barat dan Psikoterapi Islam

Setelah kita mengetahui pengertian psikoterapi, tentunya dalam pemikiran kita muncul berbagai macam pertanyaan terkait pembahasan tersebut.  Nah, pada kali ini akan membahas mengenai perbedaan psikoterapi Barat dan psikoterapi Islam. Apa yang menjadi topik perbedaan antara keduanya? Sudut pandang psikoterapi dari mana yang efektif untuk digunakan? Mari kita cermati sama-sama  Psikoterapi ialah perawatan yang menggunakan alat, teori dan prinsip psikologik terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dan seorang ahli menciptakan hubungan yang profesional dengan pasien. Sedangkan psikoterapi Islam ialah teknik penyembuhan/penyelesaian masalah kejiwaan/mental dengan sentuhan spiritual yang menggunakan metode Islami seperti zikir, penerapan akhlak terpuji dan lainnya berdasar Al-Qur’an dan hadits.  Jika diteliti dari pengertian keduanya, tentu sudah terlihat berbeda bukan? Perbedaan psikoterapi Barat dan psikoterapi Islam: 1. Objek Utama Psikoterapi Dalam pandangan psikologi

Download LIRIK dan MARS CSSMoRA

D Jreng, jreng.. G Genggam tangan satukan tekad Am C G Tuk meraih mimpi Am C G Saatnya santri gapai prestasi Am G Untuk negeri ini Reff : G Satu padu kita bersama Am C G Tuk menggapai cita Am C G Langkahkan kaki tetapkan hati Am G Demi bumi pertiwi C Bangkitlah kawan Wujudkan impian G Perjuanganmu kan slalu dikenang C Bangkitlah kawan tuk kita buktikan G Pesantren kita selalu di depan Am G Bersama CSS MoRA Download Mars CSSMoRA

PBSB 2016 Telah Dibuka

Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Ditpontren) Kemenag RI telah membuka pendaftaran PBSB tahun 2016-2017. Selengkapnya lihat di Pengumuman PBSB 2016 http://pbsb.ditpontren.kemenag.go.id/