Kita telah atau akan menemukan banyak sekali
kitab-kitab Tafsir Al-Qur’an yang dikarang oleh banyak ulama-ulama terdahulu,
dari berbagai corak Tafsir yang berbeda-beda. Keberagaman corak dan kitab
Tafsir menjadikan kita percaya bahwa semakin banyak kitab Tafsir yang muncul,
pastilah semakin banyak rahasia-rahasia mutiara yang terkandung dalam kalam
Ilahi Al-Qur’an.
Semakin banyak kitab Tafsir yang kita baca,
semakin dalam juga pengetahuan dan pemahaman kita terhadap kalam Ilahi, semakin
kita tak mudah terpuaskan hanya dengan membaca satu kitab saja, namun saat ini
banyak kalangan yang hanya mau mengikuti satu penafsiran saja dan dengan enteng
menyalahkan penafsiran lainnya.
Para ulama telah menyerahkan banyak waktu
hidupnya, tenaga, dan pemikiran mereka untuk menjelaskan kandungan ayat
Al-Qur’an, memulai menulis Tafsir seperti memenuhi jamuan Ilahi, saking
nikmatnya hingga ada beberapa kisah tentang Ulama yang tak sempat menyelesaikan
tafsirannya karena keburu dipanggil oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
1. Tafsir Jalalain
6 tahun kemudian muridnya yang bernama Jalaludin
Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi melanjutkan jejak perjalanan sang guru,
beliau melanjutkan kitab Tafsir gurunya dari surah Al-Baqarah sampai surah
Al-Isra dengan corak tafsir yang sama dan selesai dalam waktu 40 hari.
Sejak saat itu kitab Tafsir perpaduan kolaborasi antara
guru dan murid dengan metode penafsiran secara Tahlili dan bercorak bil Ra’y, dikenal
dengan nama kitab Tafsir Jalalain.
2.
Tafsir
Al-Mannar
Berawal ketika Syekh Muhammad Abduh seorang
Ulama sekaligus Dosen Tafsir Al-Qur’an di Universitas Al-Azhar Mesir
menyampaikan kuliah Tafsirnya dihadapan murid-muridnya, salah seorang muridnya
yang bernama Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin
Al-Qalmuni Al-Husaini mengumpulkan catatan-catatan dari kajian sang guru dan
mengususlkan untuk mencetak kitab Tafsir.
Awalnya Syekh Muhammad Abduh menolak, namun
akhirnya menyetujui usulan tersebut, Syekh Muhammad Abduh memulai Tafsirnya
dari surah Al-Fatihah sampai surah An-Nisa ayat 125, kemudian beliau wafat pada
tahun 1905. Kemudian dilanjutkan oleh muridnya Muhammad Rasyid Ridha dari surah
An-Nisa sampai surah Yusuf ayat 51 hingga akhirnya beliau wafat karena
kecelakaan mobil pada tahun 1935.
Tafsir Al-Mannar yang ditulis dengan metode
Tahlili, bercorak Adabi wa Ijtima’i, yang merupakan hasil kolaborasi dari guru
dan murid terhenti di jilid 12 surah Yusuf ayat 12
dan tidak ada yang melanjutkannya hingga saat ini.
Jadi apakah anda berminat untuk melanjutkannya..... ?
3. Zahrah
At-Tafasir
Al-Imām Muḥammad Aḥmad Muṣṭafā Abū Zahrah seorang
intelektual, pakar hukum Islam, dan penulis produktif yang unggul. Kiprahnya
dalam bidang akademis juga cukup cemerlang. Dia pernah menjabat sebagai anggota
Akademi Penelitian Islam al-Azhar, Kairo, Mesir. Beliau banyak menulis
kitab-kitab yang menjadi rujukan pemebelajaran bagi pelajar dan para mahasiswa.
Yang tak banyak dibahas ialah beliau juga
menulis kitab Tafsir, namun sayangnya beliau keburu wafat sebelum sempat untuk
menyelesaikan karya Tafsirnya, beliau wafat saat memegang pena ketika tengah
menulis Tafsir surah An-Naml ayat 74.
Kitab Tafsirnya yang ditulis dengan dengan metode perpaduan Maudu’i At-Tahlili, bercorak nuansa Fiqhiyyah terbit dengan judul Zahrat At-Tafasir sebanyak 10 jilid, dan belum ada yang melanjutkan penyelesaian kitab Tafsir ini hingga saat ini.
Tafsir memang tidak akan pernah selesai, akan selalu muncul penafsiran baru, dengan corak tafsir yang baru, dari kitab Tafsir yang ditulis oleh para mufassir generasi berikutnya. Jadi apakah anda berminat untuk menjadi mufassir dan menerbitkan Kitab Tafsir karya anda sendiri.....?.
والله أعلم.......
Fahrul Rozi (CSSMoRA UIN Sunan Gunung Djati Bandung angkatan 2022)
Komentar