Langsung ke konten utama

Tafsir Yang Tak Terselesaikan

Kita telah atau akan menemukan banyak sekali kitab-kitab Tafsir Al-Qur’an yang dikarang oleh banyak ulama-ulama terdahulu, dari berbagai corak Tafsir yang berbeda-beda. Keberagaman corak dan kitab Tafsir menjadikan kita percaya bahwa semakin banyak kitab Tafsir yang muncul, pastilah semakin banyak rahasia-rahasia mutiara yang terkandung dalam kalam Ilahi Al-Qur’an.

Semakin banyak kitab Tafsir yang kita baca, semakin dalam juga pengetahuan dan pemahaman kita terhadap kalam Ilahi, semakin kita tak mudah terpuaskan hanya dengan membaca satu kitab saja, namun saat ini banyak kalangan yang hanya mau mengikuti satu penafsiran saja dan dengan enteng menyalahkan penafsiran lainnya.

Para ulama telah menyerahkan banyak waktu hidupnya, tenaga, dan pemikiran mereka untuk menjelaskan kandungan ayat Al-Qur’an, memulai menulis Tafsir seperti memenuhi jamuan Ilahi, saking nikmatnya hingga ada beberapa kisah tentang Ulama yang tak sempat menyelesaikan tafsirannya karena keburu dipanggil oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

1.     Tafsir Jalalain

       Dikarang oleh Al-Imam Jalaluddin Abu Abdillah Muhammad bin Syihabuddin Ahmad bin Kamaluddin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad bin Hasyim Al-`Abbasi Al-Anshari Al-Mahalli Al-Qahiri Asy-Syafi`i, seorang Ulama besar dari mesir yang lahir pada 1389 bermadzhab Syafi’i, beliau mulai menafsirkan Al-Qur’an dari pertengannya yaitu dari surah Al-Kahfi sampai surah An-Nas, lalu menafsirkan surah Al-Fatihah, namun beliau wafat di tahun 1459 tanpa sempat menyelesaikan Tafsir surah Al-Baqarah sampai Al-Isra.

6 tahun kemudian muridnya yang bernama Jalaludin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi melanjutkan jejak perjalanan sang guru, beliau melanjutkan kitab Tafsir gurunya dari surah Al-Baqarah sampai surah Al-Isra dengan corak tafsir yang sama dan selesai dalam waktu 40 hari.

Sejak saat itu kitab Tafsir perpaduan kolaborasi antara guru dan murid dengan metode penafsiran secara Tahlili dan bercorak bil Ra’y, dikenal dengan nama kitab Tafsir Jalalain.  

2.     Tafsir Al-Mannar

Berawal ketika Syekh Muhammad Abduh seorang Ulama sekaligus Dosen Tafsir Al-Qur’an di Universitas Al-Azhar Mesir menyampaikan kuliah Tafsirnya dihadapan murid-muridnya, salah seorang muridnya yang bernama Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-Qalmuni Al-Husaini mengumpulkan catatan-catatan dari kajian sang guru dan mengususlkan untuk mencetak kitab Tafsir.

Awalnya Syekh Muhammad Abduh menolak, namun akhirnya menyetujui usulan tersebut, Syekh Muhammad Abduh memulai Tafsirnya dari surah Al-Fatihah sampai surah An-Nisa ayat 125, kemudian beliau wafat pada tahun 1905. Kemudian dilanjutkan oleh muridnya Muhammad Rasyid Ridha dari surah An-Nisa sampai surah Yusuf ayat 51 hingga akhirnya beliau wafat karena kecelakaan mobil pada tahun 1935.

Tafsir Al-Mannar yang ditulis dengan metode Tahlili, bercorak Adabi wa Ijtima’i, yang merupakan hasil kolaborasi dari guru dan murid terhenti di jilid 12 surah Yusuf ayat 12 dan tidak ada yang melanjutkannya hingga saat ini.

Jadi apakah anda berminat untuk melanjutkannya..... ?

3.     Zahrah At-Tafasir

Al-Imām Muḥammad Aḥmad Muṣṭafā Abū Zahrah seorang intelektual, pakar hukum Islam, dan penulis produktif yang unggul. Kiprahnya dalam bidang akademis juga cukup cemerlang. Dia pernah menjabat sebagai anggota Akademi Penelitian Islam al-Azhar, Kairo, Mesir. Beliau banyak menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan pemebelajaran bagi pelajar dan para mahasiswa.

Yang tak banyak dibahas ialah beliau juga menulis kitab Tafsir, namun sayangnya beliau keburu wafat sebelum sempat untuk menyelesaikan karya Tafsirnya, beliau wafat saat memegang pena ketika tengah menulis Tafsir surah An-Naml ayat 74.

Kitab Tafsirnya yang ditulis dengan dengan metode perpaduan Maudu’i At-Tahlili, bercorak nuansa Fiqhiyyah terbit dengan judul Zahrat At-Tafasir sebanyak 10 jilid, dan belum ada yang melanjutkan penyelesaian kitab Tafsir ini hingga saat ini.

Tafsir memang tidak akan pernah selesai, akan selalu muncul penafsiran baru, dengan corak tafsir yang baru, dari kitab Tafsir yang ditulis oleh para mufassir generasi berikutnya. Jadi apakah anda berminat untuk menjadi mufassir dan menerbitkan Kitab Tafsir karya anda sendiri.....?.

والله أعلم.......

Fahrul Rozi (CSSMoRA UIN Sunan Gunung Djati Bandung angkatan 2022) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yuk, Cari Tahu Perbedaan Psikoterapi Barat dan Psikoterapi Islam

Setelah kita mengetahui pengertian psikoterapi, tentunya dalam pemikiran kita muncul berbagai macam pertanyaan terkait pembahasan tersebut.  Nah, pada kali ini akan membahas mengenai perbedaan psikoterapi Barat dan psikoterapi Islam. Apa yang menjadi topik perbedaan antara keduanya? Sudut pandang psikoterapi dari mana yang efektif untuk digunakan? Mari kita cermati sama-sama  Psikoterapi ialah perawatan yang menggunakan alat, teori dan prinsip psikologik terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional dan seorang ahli menciptakan hubungan yang profesional dengan pasien. Sedangkan psikoterapi Islam ialah teknik penyembuhan/penyelesaian masalah kejiwaan/mental dengan sentuhan spiritual yang menggunakan metode Islami seperti zikir, penerapan akhlak terpuji dan lainnya berdasar Al-Qur’an dan hadits.  Jika diteliti dari pengertian keduanya, tentu sudah terlihat berbeda bukan? Perbedaan psikoterapi Barat dan psikoterapi Islam: 1. Objek Utama Psikoterapi Dalam pandangan psikologi

Hukum Membaca Al-Qur’an Lewat Mushaf Ketika Shalat

Pernah suatu ketika di masa liburan saya di Jakarta, saya shalat berjama’ah di salah satu masjid yang ada di perumahan Jakarta, pada saat itu ada pemandangan asing yang belum pernah saya lihat seumur hidup saya, yaitu sang Imam membaca surah sambil melihat kepada mushaf Al-Qur’an, akhirnya timbul keinginan di hati saya untuk mengetahui apa " hukumnya membaca dari mushaf Al-Qur’an ketika shalat " . Menurut rangkuman yang saya tulis berdasarkan referensi dari kitab Fatawa Syabakah Al-Islamiyah , ada 5 dari sekian banyak fatwa yang saya ambil, berkaitan mengenai masalah tersebut antara lain : 1.      Tidak masalah bagi orang yang ingin mengkhatamkan Al-Qur’an untuk membacanya dalam keadaan shalat dan di selain shalat Pertanyaan:     “Saya mencoba untuk mengkhatamkan Al-Qur’an, pertanyaanya apakah saya boleh untuk membaca Al-Qur’an dari mushaf di dalam keadaan shalat Qiyamul Lail? Pertanyaan kedua apakah boleh saya menghadiahkan pengkhataman Al-Qur’an ini untuk kedua orang tua sa

Kisah Nyata Satu Gereja Masuk Islam

  بسم الله الرحمن الرحيم 22 – Februari - 2006 Suatu hari ada seorang pemuda Arab yang berkuliah di Amerika, dia adalah seorang muslim yang taat, yang Allah beri nikmat berupa pengetahuan akan agama Islam yang mendalam, dia juga juru dakwah Islam di Amerika. Ia memiliki seorang kawan berkeyakinan Nasrani di sana, hubungan mereka sangatlah akrab, dengan harapan semoga Allah memberikannya hidayah agar masuk islam. Suatu hari mereka berjalan-jalan melintasi perkampungan Amerika, di dalam perkampungan itu terdapat gereja, teman Nasrani nya memintanya agar turut masuk ke dalam gereja, awalnya ia menolak, namun karena terus didesak oleh temannya ia pun ikut masuk dan duduk di salah satu bangku dengan hening. Sebagaimana kebiasaan umat Nasrani pada umumnya, ketika pendeta masuk kedalam gereja, mereka serentak berdiri untuk memberi penghormatan, kemudian kembali duduk. Saat sang pendeta berdiri melihat ke arah para hadirin dia agak terbelalak dan berkata : ”Di tengah-tengah kita ada seo